Konsep Dasar Medis
A. Definisi
- Struma adalah istilah untuk pembesaran kelenjar tiroid / godok (Dr.Hendra T.Laksman )
- Struma Nodusa adalah struma yang tanpa disertai hipertiroidisme ( Manjoer 1999 : 589 )
- Struma Nodusa atau struma adenomathosa adalah struma yang ditemukan di daerah pegunungan kerena difisiensi yodium ( Syamsu Hidayat,1997 : 934 )
B. Etiologi
Penyebab kelainan ini bermacam – macam,pada siap orang dapat dijumpai masa karena kebutuhan terhadap tiroksin bertambah, terutama masa pubertas , pertumbuhan , menstruasi, kehamilan , laktasi, monepouse, infeksi atau stress lain. Pada masa-mas tersebut dapat dijumpai hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid. Perubahan ini dapat menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arsitektur yang dapat berlanjut dengan berkurangnya aliran darah di daerah tersebut sehingga terjadi iskemia. ( Manjoer, 1999 : 589 )
C. Klasifikasi
Klasifikasi dan karakteristik Struma Nodusa menurut ( Sarwana, 1991 : 757 dan Manjoer, 1999 : 598 ) antara lain :
- Berdasarkan jumlah nodul
- Struma nodusa soliter : jika jumlah nodul hanya Satu
- Struma multi nodusa : jika jumlah nodul lebih dari satu .
- Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif
a. Nodul dingin
b. Nodul hangat
c. Nodul panas
- Berdasarkan Konsistensinya
a. Nodul lunak
b. Nodul kistik
c. Nodul keras
d. Nodul sangat keras
D. Manifestasi Klinis
Akibat berulangnya hyperplasia dan involusi dapat terjadi berbagai bentuk degenerasi sabagai fibrosis, nekrosis, klasifikasi, pembentukan kista dan perdarahan kedalam kista tersebut. Pada umumnya kelainan yang dapat menampakan diri sebagai struma nodusa adalah Edenoma, kista perdarahan tiroiditis dan karsinoma. ( Mansjoer,199 ; 589 )
Sedangkan manifestasi klinik penderita dengan hipotiroidisme nyata, berupa
kurang energi, rambut rontok, intoleransi dingin, berat badan naik, konstipasi,
kulit kering dan dingin, suara parau, serta lamban dalam berpikir.
Pada hipotiroidisme, kelenjar tiroid sering tidak teraba. Kemungkinan terjadi
karena atrofi kelenjar akibat pengobatan hipertiroidisme memakai yodium
radioaktif sebelumnya atau setelah tiroditiditis autoimun.( Sarwana, 1991 : 757 )
E. Patofisiologi
Pada umumnya penderita struma nodusa tidak mengalami keluham karena tidak ada hipo atau hipertiroidisme. Nodusa mungkin tunggal tetapi kebanyakan berkembang menjadi multi noduler yang tidak berfungsi. Struma dapat menjadi besar tanpa gejala, kecuali berjalan dileher. Sebagian penderita dengan Struma nodusa dapat hidup dengan Strumanya tanpa keluhan, karena tidak mengganggu pernafasan dan menonjol kedepan. Sebagian lain dapat menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnaya terjadi Dyspnea.
Biasanya struma adenoma benigna, walaupun besar tidak menyebabkan gangguan neurologik, Muskuloskeletal, menelan karena tekanan atau dorongan. Kelainan lain adalah rasa berat di leher saat menelan makanan. Trakea naik untuk menutup laring dan epiglostis sehingga tiroid terasa berat karena terfiksasi pada trakea. ( Syamsu Hidayat, 1997 : 934 – 935 )
F. Pathways
Kebut.Tiroksin ( spt pd usia pubertas)
Hyperplasia & Hipertrofi kelenjar tiroid
Nodularis Kelenjar Tiroid
Struma
Penyempitan jalan Epiglostis menutup Stromektomi
Napas trakea
Dyspnea sesak saat menelan interupsi bedah
|
| |||||
| |||||
Dampak Anastesi
System saraf pernafasan
Medulla oblongata
System pernafasan
sekret
|
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan struma menurut ( Manjoer, 1999 : 600 )
1. Strumektomi
Dilakukan pada struma yang besar dan menyebabkan keluhan mekanis
2. L – Tiroksin selama 4 – 5 bulan
Preparat ini diberikan bila terdapat nodul hangat, lalu dilakukan pemeriksaan sidik tiroid ulang.
3. Biopsis aspirasi jarum halus
Cara ini dilakukan pad kista tiroid sehingga nodul kurang dari 10 mm.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang menurut Arief Manjoer ( 1999 : 599 )
- Pemeriksaan sidik tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama adalah fungsi bagian – bagian tiroid.
- Pemeriksaan Ultrasonografi ( USG )
Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan antara yang padat, cair dan beberapa bentuk kalainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti apakan suatu nodul ganas atau jinak
- Biopsis aspirasi jarum halus
Biopsi ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.
- Termografi
Adalah metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan memakai Dynamic Telethermographi.
- Petanda Tumor
Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobin ( TG ) serum.
Konsep Dasar Keperawatan
I. Pengkajian
Menurut Doengoes ( 1999 : 202 )
1. Integritas Ego
Gejala : perasaan takut akan kehilangan suara, khawatir bila pembedahan mempengaruhi hubungan keluarga atau kemampuan kerja.
Tanda : Ansietas, Depresi, marah dan menolak.
2. Makanan atau cairan
Gejala : Kesulitan menelan
Tanda : kesulitan menelan, mudah tersedak, inflamasi / drainage oral, kebersihan gigi buruk.
3. Hygiene
Tanda : kemunduran kebersihan gigi, kebutuhan perawatan dasar.
4. Neurosensori
Gejala : Displobia ( penglihatan ganda ), ketulian, kesemutan parastesia otot wajah.
Tanda : Hiperemis wajah ( keterlibatan parotid dan submandibularis ), parau menetap atau kehilangan suara, kesulitan menelan, ketulian konduksi, kerusakan membran mukosa.
5. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Sakit tenggorokan atau mulut ( nyeri hebat menyertai pembedahan leher dibandingkan nyeri sebelum pembedahan )
Tanda : perilaku berhati – hati, gelisah, gangguan tonus otot.
6. Pernafasan
Gejala : batuk dengan atau tanpa sputum, Drainase darah pada nasal
Tanda : sputum dengan darah, Hiplopisis, Dyspnea.
7. Interaksi social
Gejala : Masalah tentang kemampuan berkomunikasi bergabung dalam interaksi social
Tanda : Parau menetap / perubahan tinggi, suara bicara kacau, enggan untuk bicara
II. Fokus Intervensi
1. Resti ketidakefektifan jalan nafas b/d spasme laryngeal ( Doengoes,2000 : 720 )
Tujuan : jalan nafas efektif
Kriteria Hasil : - mempertahankan jalan nafas paten
- tidak terjadi aspirasi
Intervensi :
a. Pantu frekuensi pernafasan, kedalaman dan kerja pernafasan
R/ : Pernafasan normal, kadang – kadang cepat tetap perkembangan distress pada pernafasan Merupakan indikasi komplikasi.
b. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara ronchi
R/ ; Ronchi merupakan indikasi adanya obsruksi atau spasme laryngeal
c. Waspadakan klien untuk menghindari ikatan pada leher menyokong kepala pada leher.
R/ : Menurunkan kemungkinan adanya ketegangan pada daerah luka karena pembedahan.
d. Selidiki kesulitan menelan, pemupukan sekresi oral
R/ : Merupakan indikasi edema / perdarahan yang membeku pada sekitar jaringan daerah operasi
2. Kerusakan komunikasi vebal b/d cidera pita suara ( Doengoes,2000 : 721)
Tujuan : klien dapat berkomunikasi secara verbal maupun nonverbal
Kriteria Hasil : Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami
Intervensi :
a. Kaji fungsi bicara periodic, anjurkan untuk tidak bicara terus menerus
R/ : Kerusakan saraf permanent dapat terjadi, yang menyebabkan paralysis pita suara dan atau penekanan pada trakea.
b. Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang memerlukan jawaban ’’Ya’’ atau ‘’ Tidak ‘’.
R/ : Menurunkan kebutuhan berespon mengurangi bicara.
c. Memberi metode komunikasi alternative yang sesuai seperti papan tulis, kertas atau papan gambar
R/ : Memfasilitasi ekspresi yang dibutuhkan
d. Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin, kunjungi pasien secara teratur.
R/ : Menurunkan ansietas dan kebutuhan pasien untuk berkomunikasi.
e. Beritahu pasien untuk terus membatasi bicara
R/ : Mencegah pasien bicara yang dipaksakan untuk menciptakan kebutuhan yang diperlukan.
f. Pertahankan lingkungan yang tenang
R/ : Meningkatkan kemampuan mendengar komunikasi perlahan dan menurunkan kerasnya suara yang harus diucapkan.
3. Nyeri b/d interupsi bedah terhadap jaringan / otot.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang.
Kriteria Hasil : - Melaporkan nyeri hilang / berkurang
- mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan, aktivitas, hiburan yang tepat situasi.
Intervensi :
a. kaji tanda – tanda adanya nyeri baik verbal maupun nonverbal, catat hasil intensitasnya skala ( 0 – 10 )
R/ : Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi, menentukan efektivitas terapi.
b. Letakan pasien dalam Semi Fowler dan leher / kepala dengan bantal.
R/ : Mencegagh hiperekstensi laher pada garis jahitan, menurunkan tegangan otot.
c. Pertahankan leher / kepala dalam posisi netral dan sokong selama perubahan posisi.
R/ : Mencegah stress pada garis jahitan dan menurunkan tegangan otot.
d. Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi seperti mendengarkan musik
R/ : Membantu memfokuskan kembali perhatian dan mengurangi nyeri.
e. Kolaborasi dengan Dokter pemberian analgetik sesuai indikasi.
R/ : Menurunkan Nyeri
4. Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d epiglottis menutup trakea, nyeri telan.
Tujuan : tidak terjadi malnutrisi
Kriteria Hasil : - Menjelaskan alasan dan prosedur pengobatan.
- Mendapatkan pengalaman tentang nutrisi yang adekuat
melalui Oral
Intervensi :
a. Kaji tingkat kesadaran dan respon secara tepat dan kemampuan dalam menelan
R/ : Mengetahui sejauh mana pasien dapat menelan makanan seperti semula
b. Ajarkan teknik untuk mempertahankan asupan nutrisi yang adekuat dan merangsang nafsu makan
R/ : Meningkatkan pengetahuan pasien
c. Ubah variasi kepadatan makanan yang diperbolehkan menurut tekstur dan rasa yang berbeda
R/ : Dengan pemberian makanan yang bervariasi paisen tidak akan bosan.
e. Posisikan pasien dengan setengah duduk / Semi Fowler atau ditepi tempat tidur jika memungkinkan
R/ : Menjaga kenyamanan pasien
f. pertahankan posisi selama 10-15 menit sebelum dan sesudah makan.
R/ : Untuk mempertahankan kepatenan esofhagus.
Daftar Pustaka
Carpenito L Y, 2001, Hand Book of Nursing Diagnosis, Edisi 8, EGC : Jakarta
Doengoes, dkk, 2000, Nursing Care Plans : Guideline For Planning And Dokumentating
Care. EGC : Jakarta.
Hidayat, Syamat, dkk, 1997. Edisi Revisi Buku Ilmu Ajar Bedah,EGC : Jakarta.
Manjoer, Arief, dkk, 2000.Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Media Aesculapius :
Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar