A. Pengertian
Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering ( Mansjoer, 2000 : 307).
Appendiksitis Akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001 : 80).
Appendiksitis adalah penyebab paling umum dari inflamasi akut kuadran kanan kanan bawah rongga abdomen dan penyebab paling umum dari pembedahan abdomen darurat (Brunner and suddart, 2000).
Appendiksitis merupakan peradangan pada usus buntu /appendiks (Anonim, Appendiksitis, 2007).
Appendiksitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus yang memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur (Anonim, Appendiks, 2007).
Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan, appendiksitis adalah peradangan pada usus buntu pada kuadran kanan bawah rongga abdomen, yang dapat sembuh tanpa perawatan pada kasus ringan dan pada kasus berat memerlukan pembedahan laparotomi.
B. Etiologi
1. Menurut Syamsuhidayat, 2004 : 72
a. Fekolit / massa fekal padat karena konsumsi diit rendah serat
b. Tumor Appendiks
c. Cacing Ascaris
d. Erosi mukosa appendiks karena parasit E.Histolytica
e. Hiperplasia jaringan limfe.
2. Menurut Mansjoer, 2000 : 307
a. Hiperplasia folikel limfoid
b. Fekolit
c. Benda asing
d. Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya
e. Neoplasma
3. Menurut Irga, 2007 :
Terjadinya appendiksitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantara obstruksi yang terjadi pada lumen appendiks. Obstruksi pada lumen appendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen appendiks adalah fekolit dan hiperplasia jaringan limfoid.
C. Klasifikasi
Klasifikasi Appendiksitis menurut Syamsuhidayat 2004 : 78, terbagi atas 2 yakni :
1. Appendiksitis Akut, dibagi atas :
a. Appendiksitis akut fokalis/ segmentalis
Yaitu setelah sembuh akan timbul striktur local
b. Appendiksitis purulenta difusi
Yaitu sudah bertumpuk nanah
2. Appendiksitis kronis, dibagi atas :
a. Appendiksitis kronis fokalis atau parsial
Yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal.
b. Appendiksitis kronis obliteritiva
Yaitu appendik miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
D. Manifestasi Klinis
1. Menurut Anonim, Appendiksitis, 2007
Appendiksitis memiliki gejala kombinasi yang khas yang terdiri dari :
Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai perut sebelah atas atau disekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37, 8 – 38o celcius.Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh disemua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.
2. Menurut Betz, Cecily 2000 : 298
a. Sakit, kram di peri umbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah.
b. Anorexia.
c. Mual.
d. Muntah (tanda yang umum, kurang umum pada anak yang lebih besar).
e. Demam ringan di awal penyakit, dapat naik tajam pada peritonitis.
f. Nyeri lepas.
g. Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
h. Konstipasi.
i. Diare.
j. Disuria.
k. Iritabilitas.
l. Gejala berkembang cepat, kondisi dapat di diagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah munculnya gejala pertama.
3. Manifestasi klinis menurut Mansjoer, 2000 : 310.
Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus/periumbilicus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan/batuk. Terdapat juga keluhan anorexia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progesif dan dengan pemeriksaan sesama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila tanda rousing, psoas dan obturatorpositif, akan semakin menyakinkan diagnosa klinis.
E. Patofisiologi
Menurut Mansjoer, 2000 : 320
Appendiksitis biasanya disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen appendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekolit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya / neoplasma. Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks akan menyebabkan obstruksi dan akan mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan. Obstruksi yang terjadi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan, semakin lama mukus semakin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan tesebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapédesis bakteri, dan ulserasi mukus.
Pada saat ini terjadi appendiksitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium, sumbatan menyebabkan nyeri sekitar umbilicus dan epigastrium, nausea, muntah. Invasi kuman E.Coli dan spesibakteroides dari lumen ke lapisan mukosa, sub mukosa lapisan muskularisa dan akhirnya ke peritonium parietalis terjadilah peritonitis local kanan bawah. Suhu tubuh mulai naik, bila sekresi mukus terus berlanjut tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di area kanan bawah, keadaan ini yang kemudian disebut dengan appendiksitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendiks yang diikuti dengan ganggren, stadium ini disebut dengan appendiksitis ganggrenosa. Bila dinding yang telah rapuh pecah akan menyebabkan appendiksitis perforasi. Bila proses tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infíltrate appendikkularis. Peradangan appendiks tersebut akan menyebabkan abses atau bahkan menghilang.
Pada anak – anak, karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding appendiks lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.
Tahapan peradangan appendiksitis :
1. Appendiksitis akuta (sederhana, tanpa perforasi)
2. Appendiksitis akuta perfórate (termasuk appendiksitis ganggrenosa, karena dinding appendiks sebenarnya sudah terjadi mikro perforasi).
G. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosa pada appendicitis didasarkan atas annamnesa ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
a. Gejala appendicitis ditegakkan dengan anamnesa, ada 4 hal yang penting adalah :
1. Nyeri mula – mula di epeigastrium (nyeri visceral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
2. Muntah oleh karena nyeri visceral.
3. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
4. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan di perut terasa nyeri.
b. Pemeriksaan yang lain
1. Lokalisasi
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa nyeri pada titik Mc Burney. Jika sudah infiltrat, infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney
2. Test Rectal
Pada pemeriksaan rectal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang pada appendicitis akut dan perforasi akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi.
b. Hb (hemoglobin) nampak normal.
c. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan appendicitis infiltrat.
d. Urine penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
4. Pemeriksaan Radiologi.
Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa appendicitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut :
a. Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan.
b. Kadang ada fekolit (sumbatan).
c. Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksaan appendiksitis menurut mansjoer, 2000 : 320
1. Sebelum operasi
a. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi.
b. Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
c. Rehidrasi.
d. Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
e. Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti mengigil, largaktil untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.
f. Bila demam harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2. Operasi
a. Appendiktomi.
b. Appendiks dibuang, jika appendiks mengalami perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologi dan antibiotik.
c. Abses appendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin mengecil atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Appendiktomi dilakukan bila abses, dilakukan operasi effektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3. Pasca Operasi
a. Observasi TTV
b. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan dapat dicegah.
c. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
d. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan selama pasien dipuasakan.
e. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
f. Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu dinaikan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
g. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit.
h. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar.
i. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
- Komplikasi
Menurut Irga, 2007
Appendiksitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama observasi aman untuk dilakukan dalam masa tersebut.
Tanda –tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum/abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah terjadi sejak klien pertama kali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal perforasi, sedangkan tindakan lain sebagai penunjang adalah tirah baring dalam posisi semi fowler médium, pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang, pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan pemberian antibiotik yang sesuai dengan kultur, transfusi untuk mengatasi anemia dan penanganan syok septik secara intensif bila ada.
Bila terbentuk abses appendiks akan teraba massa dikuadaran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah rectum/vagina. Terapi ini dapat diberikan kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazol / klindamisin). Dengn sedian ini abses akan segera menghilang dan appendiktomi dapat dilakukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progesif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum / vagina dengan fruktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.
Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang letal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali dan ikterus setelah terjadi perforasi appendiks. Pada keadaan ini diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase. Komplikasi lain yang terjadi adalah abses subfrenikus dan fokal sepsis intra abdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengkatan.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian menurut wong (2003), Betz (2002), anta a lain :
1. Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :
a. Keluhan utama klien, akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah.
b. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang ditanyakan kepada orang tua.
c. Diet, kebiasaan makan – makanan rendah serat.
d. Kebiasaan eliminasi.
2. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
b. Sirkulasi : Takikardia.
c. Respirasi : Takipnoe, pernafasan dangkal.
d. Aktivitas/istirahat : malaise
e. Distensi abdomen, nyeri tekan/ nyeri lepas, kekakuan, penurunan/ tidak ada bising usus.
f. Eliminasi : konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
g. Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burneys, meningkat karena berjalan, bersin, batuk atau nafas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan / posisi duduk tegak.
h. Demam lebih dari 38o celcius.
i. Data psikologis klien nampak gelisah.
j. Ada perubahan denyut nadi dan pernafasan.
k. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
l. Berat badan sebagai indikator untuk menentukan pemberian obat.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Tanda- tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus “ (gambaran garis permukaan cairan udara di sekum atau ileum).
b. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan appendiksitis infiltrate.
c. Urin rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
d. Peningkatan leukosit, neutrofilia tanpa eosinofil.
e. Pada enema barium appendik tidak terisi
f. Ultrasound : fekolit non klasifikasi, appendiks non perforasi, abses appendiks.
B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
Menurut Dongoes, 2000 hal 509-512 :
1. Nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan
Tujuan : Melaporakan nyeri berkurang / hilang
Intervensi :
a. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya(skala 1-10), selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan cepat
Rasional : Perubahan dalam lokasi/intensitas tidak umum tetapi dapat menunjukkan terjadinya komplikasi.
b. Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
Rasional : Memudahkan drainase cairan/luka karena gravitasi dan membantu meminimalkan nyeri karena karena gerakan.
c. Dorong ambulansi dini
Rasional : meningkatkan normalisasi fungsi organ.
d. Berikan aktivitas hiburan.
Rasional : Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
e. Ajarkan teknik distraksi relaksasi nafas dalam.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan mungkin meningkatkan kemampuan koping pasien dengan memfokuskan kembali perhatian.
f. Berikan analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Analgetik menekan stimulasi saraf pusat pada talamus dan korteks serebri.
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan terbukanya port de entry kuman.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi, meningkatkan penyembuhan luka dengan benar.
Intervensi :
a. Awasi tanda-tanda vital, perhatikan demam, menggigil, berkeringat, meningkatnya nyeri abdomen.
Rasional : Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis.
b. Lakukan pencucian tangan yang baik perawatan luka dengan teknik aseptik
Rasional : Menurunkan resiko penyebaran bakteri.
c. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
Rasional : Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi.
d. Lihat insisi dan balutan, catat adanya edema.
Rasional : Mendeteksi dini terjadinya proses infeksi.
e. Berikan antibiotik sesuai indikasi
Rasional : Diberikan secara profilitik/menurunkan jumlah organisme(pada infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga abdomen.
3. Intoleran aktifitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik/nyeri
Tujuan : Pasien memperlihatkan kemajuan aktifitas
Intervensi :
a. Kaji respon individu terhadap aktifitas
Rasional : Menetapkan kemampuan klien
b. Meningkatkan aktifitas secara bertahap melakukan rentang gerak 2x/hari
Rasional : Melatih klien bergerak secara periodik.
c. Ukur tanda-tanda vital
Rasional : Mengetahui keadaan umum pasien
d. Kurangi intensitas, frekuensi / lamanya aktifitas.
Rasional : Mencegah kelelahan fisik.
4. Gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorexsia (mual, muntah).
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi, mual, dan muntah hilang.
Intervensi
a. Kaji makanan kesukaan klien
Rasional : Memberikan bantuan dalam penentuan diit dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan nutrisi dan metabolik.
b. Pantau masukan makanan
Rasional : Membantu dalam mempertahankan masukan.
c. Anjurkan klien minum air hangat
Rasional : Merangsang nafsu makan.
d. Anjurkan kepada keluarga untuk memberikan atau menyiapkan makanan selagi hangat.
Rasional : Makanan hangat dapat merangsang nafsu makan.
5. Resiko tinggi terhadap kekurangan volumen cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi, status hipermetabolik.
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan dengan turgor kulit baik, tanda-tanda vital stabil, kelembaban membran mukosa.
Intervensi :
a. Awasi tekanan darah dan nadi
Rasional : Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler.
b. Lihat membran mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian kapiler.
Rasional : Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.
c. Awasi masukan dan haluaran, catat warna urin/konsentasi berat jenis
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan.
d. Auskultasi bising usus, catat kelancaran flatus, gerakan usus.
Rasional : Indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukan per oral.
e. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan per oral dimulai dan lanjutkan dengan diit sesuai toleransi.
Rasional : Menurunkan iritasi gaster/muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan.
f. Kolaborasi berikan cairan IV dan elektrolit
Rasional : Peritonium bereaksi terhadap iritasi/infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volumen sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia, dehidrasi dan dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit.
6. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan komponen seluler untuk pengiriman oksigen / natrium ke sel.
Tujuan : Menunjukan perfusi jaringan perifer adekuat
Intervensi :
a. Evaluasi adanya kualitas nadi perifer digtal terhadap cidera melalui palpasi bandingkan dengan ekstremitas yang sakit.
Rasional : Penurunan atau tidak adanya nadi dapat menggambarkan cidera vaskuler dan perlunya evaluasi medik segera terhadap status sirkulasi,
b. Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan digtal pada abdomen
Rasional : Kembalinya warna cepat(3-5 detik), warna kulit putih menunjukkan gangguan arterial.
c. Pertahankan peningkatan ekstremitas yang cedera kecuali di kontra indikasikan dengan meyakinkan adanya sindrom kompartemen
Rasional : Meningkatkan drainase vena/menurunkan edema.
d. Kaji seluruh panjang ekstremitas yang cidera untuk pembengkakan atau pembentukan edema
Rasional : Peningkatan lingkar ekstremitas yang cidera dapat diduga adanya pembengkakan jaringan/edema.
e. Selidiki tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba contoh penurunan suhu kulit dan peningkatan arteri.
Rasional : Operasi appendiktomi dapat menyebabkan kerusakan arteri yang berdasarkan dengan akibat hilangnya aliran darah ke distal.
7. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan : Pasien tidak cemas.
Intervensi :
a. Kaji tingkat kecemasan pasien.
Rasional : Mengetahui sejauh mana tingkat ke cemasaan pasien.
b. Beri support mental.
Rasional : Mengurangi rasa gelisah pasien
c. Diskusikan apa yang menjadi masalah pasien.
Rasional : Memberikan pengertian kepada klien dan membantu memecahkan masalah yang dihadapi.
d. Sediakan waktu untuk berbagi perasaan.
Rasional : Menunjukkan rasa simpatik kepada klien
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3.Jakarta : EGC.
Carpenito, Linda Juall.2000.Diagnosa Keperawatan, Edisi 8.Jakarta : EGC.
Doengoes, Marylin E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan dan Pendekumentasian Perwatan Pasien.Bandung.EGC.
Mansjoer, A, dkk.2000.Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3.Jakarta : Media Aesculapius.
Smeltzer, Suzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2.Jakarta : EGC.
Suddart and Brunner.2000.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC.
Syamsuhidayat.2004.Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta : EGC.
http://askepappendiksitis.com
0 komentar:
Posting Komentar