Selasa, 19 Oktober 2010

Asuhan Keperawatan Marasmus


A.      DEFINISI
Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori dan protein. (Suriadi, 2001)
Marasmus adalah salah satu bentuk gizi buruk yang sering ditemui pada balita. (http://images.google.co.id/images)
Gizi buruk merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari, sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG).
Marasmus merupakan hasil akhir dari kekurangan nutrisi berat yang telah berhasil beradaptasi terhadap kekurangan energi protein yang berkepanjangan.
(Mereinsten, 1995)

B.      ETIOLOGI
Asupan energi yang kurang, biasanya terjadi pada masa transisi dari pemberian ASI ke pemberian makanan padat dan pemberian makanan tambahan yang kurang merupakan factor penyebab terjadinya marasmus.
Selain itu, marasmus juga dapat dikarenakan oleh kejadian-kejadian seperti di bawah ini:
-         Infeksi akut seperti infeksi saluran gastrointestinal atau infeksi kronik seperti HIV atau TBC.
-         Kelainan anatomis bawaan.
-         Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus.
-         Gangguan metabolic.
-         Tumor hipotalamus.
-         Penyapihan terlalu dini.

C.      MANIFESTASI KLINIS
-         Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit.
-         Wajah seperti orang tua.
-         Cengeng, rewel.
-         Perut cekung.
-         Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada.
-         Sering disertai diare kronik atau susah buang air besar.
-         Tekanan darah, pernafasan, dan detak jantung berkurang.

D.      PATOFISIOLOGI
Pada keadaan marasmus yang menyolok ialah pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, sehingga harus didapat dari tubuh sendiri, sehingga cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut. Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan energi, akan tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatic. Oleh karena itu pada marasmus berat, kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumin. (FKUI,1985)
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok / energi. Kemampuan tubuh untuk menggunakan karbohidrat, lemak dan protein merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan. Karbohidrat dapat dipakai oleh seluruh jaringan untuk dijadikan sebagai bahan baker, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah menjadi karbohidrat di hepar dan di ginjal.
Selama puasa jaringan lemak diubah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Obat dapat menjadi sumber energi jika dalam obat tersebut terdapat asam lemak dan keton bodies, namun hal ini terjadi menahun. Tubuh akan mempertahankan diri agar jangan sampai memecah lagi sampai kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.

E.      
Kekurangan protein                             Faktor mal absorbsi
Kekurangan kalori                               (karbohidrat, protein, lemak)

                                                              Asam amino            Gangguan absorbsi
                                                              esensial                     cairan elektrilit
                                                                                             
            Hipoalbumin                             Albumin                   mortalitas         radang
                                                                                               Usus                 usus
           Edema / asites                       MARASMUS
                                                                                         Hiperperistaltik                                                                                                                                                                                                                             
                                                                                        Absorbsi           Hiperglikemi
                                                                                        makanan
                                                                                                               lemah / malase
                        pigmentasi                     kurang               anoreksia
                                                            informasi                                             aktivitas          
                       kulit kering                                                    intake
     makanan










 
PATHWAYS
 
















F.       PEMERIKSAAN PENUNJANG
-         Pemeriksaan glukosa darah.
-         Pemeriksaan Hb.
-         Pemeriksaan urin dan kultur urin.
-         Pemeriksaan albumin.
-         Pemeriksaan elektrolit.
-         Pemeriksaan radiology dengan foto thorax untuk mengetahui adakah infeksi pada paru, pembesaran jantung atau tanda-tanda rakhitis.
-         Skin test.

G.      PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien marasmus didasarkan pada prinsip rehabilitasi yang pada awalnya meliputi pemberian nutrisi yang mengandung 100-150 kkal/kgBB/hari. Terapi lainnya adalah rehidrasi dengan menggunakan cairan yang telah ditetapkan WHO, rehidrasi diberikan pada kasus-kasus diare. Manajemen ini jga harus disertakan adanya pendidikan nutrisi yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan sosio cultural pasien. Dalam pelaksanaan ini ibu berperan sebagai pemegang kunci keberhasilan pemberian terapi.

1.       Manajemen nutrisi pada fase akut marasmus.
Periode ini bertujuan untuk menjaga fungsi vital dan untuk perbaikan jaringan. Selama periode ini, ketidakseimbangan elektrolit, infeksi, hipoglikemi, dan hipotermi sangat mengancam, sehingga perbaikan nutrisi harus sesegera mungkuin dilaksanakan untuk menghindari resiko tersebut. Rehidrasi harus benar-benar diperhatikan karena hal ini sulit untuk dievaluasi (sering diduga sebagai septic shock).
Cairan standar yang digunakan untuk diare, volume yang direkomendasikan adalah 5-15 ml/kgBB/jam dengan total 70 ml/kgBB untuk 12 jam pertama, hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya gagal jantung.


Hal-hal yang perlu diimplementasikan pada fase akut:
-      Pemasangan NGT.
-      Melanjutkan pemberian ASI kecuali pada pasien shock atau koma.
-      Pemberian makanan tambahan, 3-4 jam setelah rehidrasi.
Perlu diketahui bahwa kebutuhan kalori maupun protein pada setiap umur ialah berbeda. Secara berangsur kebutuhan energi per kg BB menurun dengan bertambahnya usia.
Kebutuhan kalori untuk berat badan normal ditentukan berdasarkan :
-      Umur 0-1 tahun              100-110 kal/kg BB
-      Umur 1-3 tahun              100 kal/kg BB
-      Umur 4-6 tahun              90 kal/kg BB
Kebutuhan protein untuk berat badan normal ditentukan berdasarkan :
-      Umur 0-1 tahun              2,5 gr/kg BB
-      Umur 1-3 tahun              2 gr/kg BB
-      Umur 4-6 tahun              1,8 gr/kg BB
WHO merekomendasikan F75 yang mengandung 75 kkal/100 ml sebagai pengganti karbohidrat, pada penanganan fase akut minggu I, komposisi dan kandungan F75 adalah sebagai berikut:
- Susu tanpa lemak                             25 gr                       - Mineral mix                                        20 ml
- Gula                                                     75 gr                       - Vitamin mix                                       140 mg
- sereal                                                   35 gr                       - Air untuk mencampur      1000 ml
- minyak sayur                                     27 gr

2.       Rehabilitasi minggu ke 2-6
Tujuan :   -  Meyakinkan anak untuk makan sebanyak mungkin
-      Untuk memulai kembali pemberian ASI sesegera mungkin.
-      Untuk menstimulasi perkembangan fisik dan emosi.
-      Secara aktif mempersiapkan ibu dan anak untuk pulang ke rumah dan mencegah terulangnya kembali kasus marasmus.
Pada fase ini diberikan F100 yang mengandung 200 kkal/100 ml. Tujuannya untuk mencapai peningkatan berat badan dan tinggi badan yang berkelanjutan. Komposisi dan kandungan F100 ialah:
- Susu tanpa lemak                             80 gr                       - Mineral mix                                        20 ml
- Gula                                                     50 gr                       - Vitamin mix                                       140 mg
- Minyak sayur                    60 gr                       - Air untuk campuran                         1000 ml

Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada keluarga pasien ialah mengajarkan pada orang tua bagaimana cara untuk mencegah terjadinya marasmus atau mencegah terulangnya kembali marasmus.

H.      DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa dan intervensi keperawatan yang muncul pada pasien (anak) dengan marasmus (Carpenito,2001).
1.       Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
b.d.
Kerusakan metabolisme lemak dan protein, penurunan masukan per oral sekunder akibat: kurang stimulasi emosional/ sensoris atau kurang pengetahuan tentang pemberi asuhan.
Tujuan                   : Pasien menunjukan peningkatan masukan per oral.
Kriteria hasil         : -  Peningkatan masukan makanan
-      BB stabil / penambahan.
-      Nilai lab. Normal
Intervensi:
o    Tentukan program diit dan pola makan dan bandingkan dengan makanan yang di dapat.
o    Berikan makanan sesuai program diit (F75, F100)
o    Observasi nilai laboratorium (albumin, protein yang lain)
o    Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.
o    Berikan stimulasi untuk makan.
o    Observasi nilai antopometri tiap hari
2.       Gangguan keseimbangan cairan
b.d.
Edema sekunder akibat: hipoalbumin.
Tujuan                   : Keseimbangan cairan pasien terpenuhi.
Kriteria hasil : - TTV stabil, turgor kulit baik, capilary refill baik, haluaran urin tepat, kadar elektrolit basal normal.
Intervensi:
-          Pantau TTV, catat TD ortostatik
-          Pantau suhu, warna kulit, kelembaban
-          Pertahankan masukan cairan minimal 2500 ml/ hari.
-          Pantau pemeriksaan laboratorium.

3.       Resiko perubahan/ atau keterlambatan tumbuh kembang
b.d.
Kelemahan fisik, penurunan aktivitas dan ketergantungan sekunder akibat: masukan kalori atau nutrisi yang tidak mencukupi.
Tujuan                   : Keterlambatan tumbuh kembang tidak menjadi aktual.
Kriteria hasil  : - Memperlihatkan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognisi, dan motorik sesuai kelompok umur.
- Tetap menunjukan pertumbuhan yang tepat dengan usianya (antopometri, gigi, sex sekunder, dll).
Intervensi:
o    Kaji tingkat perkembangan anak dengan DDST.
o    Ajarkan orang tua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan usia.
o    Berikan kesempatan anak untuk memenuhi tugas perkembangan sesuai usianya: misal dengan terapi bermain.
o    Stimulasi pertumbuhan dengan latihan fisik sederhana.

4.       Defisit pengetahuan tentang nutrisi
b.d.
Kurangnya informasi.




















DAFTAR PUSTAKA


Carpenito, L.J. 1998. Buku saku diagnosa keperawatan. Jakarta: EGC

Doengoes, ME. 2000. Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan / pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC

FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Vol. 1. Jakarta: FKUI.

Nelson. 1996. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC

Wong, Donna. 2003. Wongs Nursing Care of Infant and Children. St. Louis, Missosuri: West Line Industrial Drive


0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...