Minggu, 20 Februari 2011

KTI PERILAKUK KEKERASAN BAB II

A.      PENGERTIAN
       Menurut Iyus Yosep ( 2009 ) perilaku kekerasan atau agresi adalah sikap atau perilaku kasar atau kata-kata yang menggambarkan perilaku amuk, permusuhan dan potensi untuk merusak secara fisik. Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan ( Nita Fitria, 2009 ). Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secra fisik maupun psikologis   (Sujono Riyadi dan Teguh Purwanto, 2009).
       Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan adalah suatu tindakan  kekerasan atau kata-kata kasar yang menggambarkan perilaku amuk, permusuhan dan potensi untuk merusak secara fisik.maupun psikologis yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

1.        RENTANG RESPON
             Menurut Iyus Yosep ( 2009 ) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan ( panik ).

               Respon                                                                                                              Respon    
               Adaptif                                                                                                             Maladaptif





         Asertif                  Frustasi                   Pasif                           Agresif                  Kekerasan

Gambar 1. Rentang Respon

Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan agresif sampai kekerasan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa
a.          Asertif            : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan    orang lain dan memberikan ketenangan.
b.         Frustasi          : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan alternatif.
c.          Pasif               : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
d.         Agresif           : perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan untuk menuntut tetapi masih terkontrol.
e.         Kekerasan       :  perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol.
       Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang dimanivestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia ”tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau diremehkan.” Rentang respon kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada respon yang tidak normal (maladaptif).       .
C.        ETIOLOGI
2.        Faktor Predisposisi
Menurut Riyadi dan Purwanto ( 2009 ) faktor-faktor yang mendukung terjadinya perilaku kekerasan adalah
a. Faktor biologis
1) Intinctual drive theory (teori dorongan naluri)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
                 2) Psycomatic theory (teori psikomatik)
     Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis terhadap stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. Dalam hal ini sistem limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa marah.
b.    Faktor psikologis
1)     Frustasion aggresion theory ( teori argesif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi frustasi yang terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan tersebut dapat mendorong individu berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan.

2)   Behavioral theory (teori perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah. Semua aspek ini menstimulai individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3)   Existential theory (teori eksistensi)
Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan yaitu kebutuhan dasar manusia apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui perilaku konstruktif maka individu akan memenuhi kebutuhannya melalui perilaku destruktif.
             c. Faktor sosio kultural
                 1) Social enviroment theory ( teori lingkungan )
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
                 2) Social learning theory ( teori belajar sosial )
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui proses sosialisasi.
3.        Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu bersifat buruk. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar maupun dalam. Contoh stressor yang berasal dari luar antara lain serangan fisik, kehilangan, kematian, krisis dan lain-lain. Sedangkan dari dalam adalah putus hubungan dengan seseorang yang berarti, kehilangan rasa cinta, ketakutan terhadap penyakit fisik, hilang kontrol, menurunnya percaya diri dan lain-lain.Selain itu lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan.

D.          PROSES TERJADINYA MASALAH
       Menurut Iyus Yosep ( 2007 ) kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau eksterna. Stressor internal seperti penyakit, hormonal, dendam, kesal sedangkan stressor eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem individu (Disruption and loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana individu memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (personal meaning).
       Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : macet adalah waktu untuk istirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising adalah melatih persyarafan telinga maka ia akan dapat melakukan kegiatan secara positif (compensatory act) dan tercapai perasaan lega (resolution). Bila ia gagal dalam memberikan makna menganggap segala sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu melakukan kegiatan positif (olah raga, menyapu atau baca puisi saat ia marah dan sebagainya) maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara (helplessness). Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan (anger). Kemarahan yang diekspresikan keluar (ekspressed outward) dengan kegiatan yang kontruktif dapat menyelesaikan masalah. Kemarahan yang diekspresikan dengan kegiatan destruktif dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (guilt). Kemarahan yang dipendam akan menimbulkan gejala psikomatis (painfull symptom).
       Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu :
1.     Mengungkapkan secara verbal.
2.     Menekan.
3.     Menantang.
        Dari ketiga cara ini yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara lain adalah destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri atau lingkungan dan akan tampak sebagai depresi psikosomatik atau agresif dan mengamuk.








SKEMA TERJADINYA PERILAKU KEKERASAN

 




Resolution


Contructive action



Gambar 2 Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan
                                                                                           ( Nita Fitria, 2009 )


E.          TANDA DAN GEJALA
                Menurut Stuart  tanda dan gejala perilaku kekerasan diantaranya adalah :
1.     Fisik : mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal,    rahang    mengatup, wajah memerah dan tegang serta postur tubuh kaku.
2.     Verbal : mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara    dengan nada keras, kasar dan ketus.
3.     Perilaku : menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang lain    merusak lingkungan, amuk atau agresif.
4.     Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5.     Intelektual : mendominasi, cerewet, kasar,  berdebat, meremehkan dan tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6.     Spiritual : merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral dan kreatifitas terhambat.
7.     Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan
8.     Perhatian    : bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.
(Nita Fitria, 2009)





F.          Penatalaksanaan
1.     Medis
       Menurut Stuart obat-obatan yang biasa diberikan pada pasien dengan marah atau perilaku kekerasan adalah :
a.      Antianxiety dan sedative hipnotics. Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepine seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan dalam waktu lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga bisa memperburuk simptom depresi.
b.     Buspirone obat antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi.
            c. Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline dan Trazodone, menghilangkan agresifitas yang berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organik.
d.       Lithium efektif untuk agresif karena manik.
e.       Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan.
                                                                                            (Iyus Yosep, 2007)
2.     Keperawatan
        Menurut Stuart perawat dapat mengimplementasikan berbagai cara untuk mencegah dan mengelola perilaku agresif melaui rentang intervensi keperawatan.
Strategi preventif           Strategi antisipatif            Strategi pengurungan




                                                  

Gambar 3 Rentang Intervensi Keperawatan
                                    Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa
a.       Strategi preventif
1)           Kesadaran diri
Perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan supervisi dengan memisahkan antara masalah pribadi dan masalah klien.
2)         Pendidikan klien
                   Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi   dan cara mengekspresikan marah yang tepat.
3)         Latihan asertif
                    Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki meliputi :
-        Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang.
-        Mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan.
-        Sanggup melakukan komplain.
-        Mengekspresikan penghargaan dengan tepat.

b.        Strategi antisipatif 
1)       Komunikasi
                       Strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif :
                   bersikap tenang, bicara lembut, bicara tidak dengan cara   mengahakimi, bicara netral dan dengan cara konkrit, tunjukkan rasa hormat, hindari intensitas kontak mata langsung, demonstrasikan cara mengontrol situasi, fasilitasi pembicaraan klien dan dengarkan klien, jangan terburu-buru menginterpretasikan dan jangan buat janji yang tidak bisa ditepati.
2)       Perubahan lingkungan
                         Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti : membaca, grup program yang dapat mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya. 
3)       Tindakan perilaku
Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai   perilaku yang dapat diterina dan tidak dapat diterima serta konsekuensi yang didapat bila kontrak dilanggar. 
c.        Strategi pengurungan
1)     Managemen krisis
2)       Seclusion merupakan tindakan keperawatan yang terakhir  dengan menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri dan dipisahkan dengan pasien lain.
3)     Restrains adalah pengekangan fisik dengan menggunakan alat manual untuk membatasi gerakan fisik pasien menggunakan manset, sprei pengekang
                                                                                    ( Iyus Yosep, 2007 )
G.      PENGKAJIAN KEPERAWATAN
      Menurut Nita Fitria ( 2009 ) data yang perlu dikaji pada pasien dengan perilaku kekerasan yaitu pada data subyektif  klien mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, mengatakan dendam dan jengkel. Klien juga menyalahkan dan menuntut. Sedangkan pada data obyektif klien menunjukkan tanda-tanda mata melotot dan pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang, postur tubuh kaku dan suara keras.
                                                        
H.         POHON MASALAH
        Menurut Budi Ana Keliat dkk ( 2005 ) pohon masalah perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan


                                                                                                             Akibat

Perilaku kekerasan
                                                                                                                                   
                                                                                                 Masalah utama

Gangguan konsep diri : harga diri rendah
                                                                                                                               
                                                                                                 Penyebab

Gambar 4 Pohon Masalah pada Masalah Perilaku Kekerasan
                                           
I.            DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Perilaku kekerasan
                                                                          
J.           FOKUS INTERVENSI
       Menurut Budi Anna Keliat dkk ( 2005 ) intervensi pada diagnosa klien dengan perilaku kekerasan.
Tujuan Umum  : Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan
Tujuan Khusus :
1.         Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan :
1.1.        Beri salam/ panggil nama
1.2.        Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan
1.3.        Jelaskan maksud hubungan interaksi
1.4.        Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
1.5.        Beri rasa aman dan sikap empati
1.6.        Lakukan kontak singkat tetapi sering
2.      Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
               Tindakan :
2.1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2.2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
2.3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan   klien dengan sikap tenang.
3.      Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.
Tindakan :
3.1.        Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami saat jengkel/marah.
3.2.        Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.
3.3.        Simpulkan bersama klien tandadan gejala jengkel / kesal yang dialami klien.
4.             Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
                                        
4.1.   Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan (verbal, pada orang lain dan pada diri sendiri).
4.2.          Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.3.          Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai.
5.     Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
5.1. Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan.
5.2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
5.3. Tanyakan kepada klien “apakah ingin mempelajari cara baru yang  sehat.”

6.       Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan
6.1.           Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
6.2.           Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien.
6.3.          Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan untuk mencegah perilaku kekerasan yaitu tarik nafas dalam dan pukul kasur atau bantal.
6.4.           Diskusikan cara melakukan tarik napas dalam dengan klien.
6.5.           Beri contoh kepada klien tentang cara tarik napas dalam.
6.6.          Minta klien untuk mengikuti contoh yang diberikan sebanyak           5 (lima) kali.
6.7.          Beri pujian positif  atas kemampuan klien mendemonstrasikan cara menarik napas dalam.
6.8.          Tanyakan perasaan klien setelah selesai.
6.9.          Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat marah atau jengkel.
7.           Klien dapat mendemonstrasikan cara verbal untuk mencegah perilaku kekerasan
Tindakan:
7.1.          Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien
7.2.          Beri contoh bicara yang baik (meminta dengan baik, menolak dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik)
7.3.          Minta klien mengulang sendiri.
7.4.          Beri pujian atas keberhasilan pasien.
7.5.          Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara bicara yang dapat dilatih di ruangan misalnya meminta obat, baju dan lain-lain, menolak ajakan merokok, tidur tidak pada waktunya, menceritakan kekesalan kepada perawat.
7.6.          Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah dipelajari.
7.7.          Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara bicara yang baik dengan mengisi jadwal kegiatan.
7.8.          Validasi kemampuan pasien klien dalam melaksanakan latihan.
7.9.          Beri pujian atas keberhasilan klien.
8.           Klien dapat mendemonstarikan cara spiritual untuk mencegah perikau kekerasan
8.1.   Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah dilakukan.
8.2.  Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat dilakukan di ruang rawat.
8.3.   Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan dilakukan.
8.4.   Minta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang dipilih.
8.5            Beri pujian atas keberhasilan klien
8.6            Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanaan kegiatan ibadah.
8.7            Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan mengisi jadwal kegiatan harian.
8.8            Beri pujian atas keberhasilan klien.
8.9            Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanaan kegiatan ibadah.
8.10         Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah.
8.11         Klien mengevaluasi  pelaksanaan kegiatan ibadah dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self evaluation)
9.           Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah perilaku kekerasan.
Tindakan:
9.1.   Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat secara teratur
9.2.   Diskusikan tentang proses minum obat
9.3.    Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan mengisi jadwal kegiatan harian.
10.       Klien dapat mengikuti TAK: stimulasi persepsi pencegahan perikau kekerasan.
Tindakan :
10.1.         Anjurkan klien untuk ikut TAK: stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan
10.2.         Diskusikan dengan klien tentang jadwal TAK
10.3.          Klien mengevaluasi pelaksanaan TAK dengan mengisi jadwal kegiatan harian
11.     Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan cara pencegahan perilaku kekerasan.
Tindakan:
11.1.       Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien sesuai dengan yang telah dilakukan keluarga terhadap klin selama ini.
11.2.       Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam merawat klien
11.3.       Jelaskan cara-cara merawat klien.
11.4.       Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien
11.5.       Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi
11.6.     Anjurkan keluarga mempraktekkannya pada klien selama di rumah sakit dan melanjutkannya setelah pulang ke rumah.








0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...