C. Pengertian
Menurut Townsend (1998 : 152) Isolasi Sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena oerang lain menyatakan sikap negative dan mengancam. Sedangkan kelainan interaksi sosial adalah keadaan dimana seseorang berpartisipasi dalam pertukaran sosial dengan kuantitas yang tidak cukup atau berlebihan atau kuantitas yang tidak efektif ( Townsend, 2000 ). Menurut Sunden (1998) perilaku menarik diri merupakan gangguan berhubungan ditandai dengan isolasi diri (menarik diri) yang kurang. Ahli lain menyatakan bahwa isolasi sosial adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontrak (Carpenito, 2001 : 389).
D. Proses Terjadinya Masalah
Menurut Sundeen (1998 : 347)berbagai factor bisa menimbulkan respon sosial maladaptive. Walaupun banyak penelitian telah dilakukan pada gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal, tapi belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab gangguan ini. Diduga disebabkan kombinasi dari berbagai faktor yang meliputi :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor tumbuh kembang
Pada masa tumbuh kembang individu mempunyai tugas perkembangan yang harus dipenuhi, setiap tahap perkembangan mempunyai spesifikasi tersendiri. Bila tugas dalam perkembangan tidak terpenuhi akan menghambat tahap perkembangan selanjutnya dan terjadi gangguan hubungan sosial.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung untuk terjadinya gangguan hubungan sosial. Termasuk komunikasi yang tidak jelas (double blind communication), ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga, pola asuh keluarga yang tidak menganjurkan anggota keluarga untuk berhubungan diluar lingkungan keluarga (pingit).
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan faktor pendukung untuk terjadinya gangguan berhubungan sosial. Hal ini disebabkan norma – norma yang dianut oleh keluarga yang salah, dimana tiap anggota keluarga yang tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosialnya, misalnya : usia lanjut, penyakit kronis, penyandang cacat, dan lain sebagainya.
d. Faktor biologis
Faktor keturunan juga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam berhubungan sosial, organ tubuh yang jelas mengalami perubahan adalah otak, misalnya pada pasien schizophrenia terjadi struktur abnormal pada otak.
2. Faktor presipitasi
a. Stressor sosiokultural
Stress dapat timbul oleh :
1) Menurunya stabilitas unit keluarga.
2) Berpisah dari orang yang berarti dalam hidupnya, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
b. Stressor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya, tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tinggi. (Sundeen, 1998)
E. Rentang Respon Sosial
Menurut Sundeen ( 1998 : 345 ) manusia adalah makhluk social, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal yang positif. Hubungan interpersonal yang sehat terjadi jika individu yang terlibat saling merasakan kedekatan, sementara identitas pribadi masih tetap dipertahankan. Juga perlu untuk membina perasaan saling tergantung, yang merupakan keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan.
Dibawah ini merupakan respon social dari respon adaptif sampai dengan respon maladaptive ( Sundeen, 1998 : 346 ).
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Solitude Kesepian Manipulasi
Otonomi Menarik diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisisme
Saling ketergantungan
Respon adaptif meliputi :
1. Solitude ( menyendiri )
Respon yang diperlukan seseorang untuk menuangkan apa yang telah dilakukan lingkungan sosialnya dan mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya.
2. Otonomi
Adalah kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran dan perasaan dalam hubungan social.
3. Kebersamaan
Individu mampu saling member dan menerima.
4. Saling ketergantungan
Saling tergantung dengan orang lain dalam hubungan interpersonal.
Respon maladaptive meliputi :
1. Menarik diri
Individu mengalami kesulitan dalam membina hubungan yang intim dan terbuka dengan orang lain.
2. Ketergantungan
Individu mengalami kegagalan dalam mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuan untuk berhubungan secara sukses.
3. Manipulasi
Individu menganggap orang lain sebagai objek untuk mencapai kebutuhannya, tidak dapat membina hubungan social secara mendalam.
4. Impulsive
Individu tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, penilaian yang buruk dan tidak dapat diandalkan.
5. Narkisisme
Secara terus menerus berusaha untuk mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap yang egosentris dan pencemburu, serta harga diri yang rapuh.
F. Gejala Klinis
1. Apatis, espresi sedih, afek tumpul
2. Menghindari dari orang lain (menyendiri)
3. Komunikasi kurang / tidak ada.
4. Tidak ada kontak mata klien sering menunduk
5. Berdiam diri dikamar / klien kurang mobilitas
6. Menolak untuk berhubungan dengan orang lain.
7. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
8. Tidak merawat diri.
(Keliat, 1999)
G. Pohon Masalah
Akibat Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
Core problem Isolasi Sosial : Menarik diri
Penyebab Gangguan Konsep Diri : HDR
H. Masalah Keperawatan
1. Isolasi social : Menarik diri
2. Gangguan konsep diri : HDR
3. Resiko perubahan persepsi sensori : Halusinasi
I. Data yang perlu dikaji
1. Isolasi sosial : Menarik diri.
a. Data subyektif
- Sukar didapat jika klien menolak berkomunikasi. Terkadang hanya berupa jawaban yang singkat “ya / tidak”
b. Data obyektif
- Klien terlihat apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri, dikamar, dan banyak diam.
2. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah.
a. Data subyektif.
- Klien mengatakan : saya tidak mampu, tidak bias, tidak tau apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu pada diri sendiri.
b. Data obyektif.
- Klien tampak lebih suka menyendiri, bingung bila suruh memilih alternative tindakan, ingin menciderai diri/mengakhiri hidup.
3. Resiko perubahan persepsi sensori : Halusinasi
a. Data subjektif :
- Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata.
- Klien mengatakan melihat gambar tanpa stimulus yang nyata.
- Klien merasa makan sesuatu.
- Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
- Klien takut pada suara/gambar/bunyi yang dilihat dan didengar.
- Klien ingin memukul/melempar barang-barang.
b. Data obyektif
- Klien berbicara dan tertawa sendiri.
- Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
- Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
- Disorientasi.
J. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Diagnosa I : Isolasi Sosial : Menarik Diri
TUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi.
TUK :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Intervensi :
- Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal.
- Perkenalkan diri dengan sopan.
- Tanyakan nama lengkap pasien dan nama panggilan yang disukai.
- Jelaskan tujuan pertemuan.
- Jujur dan menepati janji.
- Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
- Berikan perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar.
b. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Intervensi :
- Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
- Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan menarik diri.
- Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebabnya.
- Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
c. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
- Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
- Kaji pengetahuan klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
d. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial.
Intervensi :
- Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain.
- Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
ü Klien – perawat
ü Klien – perawat – perawat lain
ü Klien – perawat - klien lain
ü Klien – keluarga – masyarakat
- Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
- Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan.
- Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu.
- Motifasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan.
- Beri reinforcement positif ats kegiatan klien dalam kegiatan ruangan.
e. Klien dapat mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
- Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain.
- Diskusikan dengan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
- Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.
f. Klien dapat memberdayakan system pendukung / keluarga.
Intervensi :
- Bina hubungan saling percaya.
- Diskusikan anggota keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebab, akibat dari perilaku menarik diri, cara keluarga menghadapi klien MD.
- Dorong keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.
- Anjurkan keluarga cara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal sekali dalam satu minggu.
- Berikan reinforcement positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga.
2. Diagnosa II Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah.
TUM : klien dapat berhubungan denganorang lain secara optimal.
TUK :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
2) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal.
3) Perkenalkan diri dengan sopan.
4) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai.
5) Jelaskan tujuan pertemuan.
6) Jujur dan menepati janji.
7) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
8) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Intervensi :
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
2) Setiap bertemu klien hindarkan dari member penilaian negative.
3) Utamakan berikan pujian yang realistic.
c. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
Intervensi :
1) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih digunakan selam sakit.
2) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
d. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Intervensi :
1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
- Kegiatan mandiri.
- Kegiatan dengan bantuan sebagian.
- Kegiatan yang membutuhkan bantuan.
2) Tingkatkan kegiatan yang sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3) Berikan contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
e. Klien dapat melaukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
Intervensi :
1) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
2) Beri pujian atas keberhasilan klien.
3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
3. Diagnosa III Perubahan presepsi sensori : Halusinasi
TUM : Klien tidak mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
TUK :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Intervensi :
1) Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal, perkenalkan diri dengan ramah dan sopan.
2) Tanyakan mana lengkap klien dan mana panggilan yang disukai.
3) Jelaskan tujuan pertemuan.
4) Jujur dan menepati janji.
5) Tunjukkan sikap simpati dan menerima klien apa adanya.
6) Beri perhatian kepada klien dengan memperhatikan kebutuhan klien.
b. Klien dapat mengenal halusinasinya.
Intervensi :
1) Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi timbulnya halusinasi.
2) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya, berbicara, tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke kanan atau kedepan seolah – olah ada teman bicara.
3) Bantu klien mengamati halusinasinya.
- Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa yang dilakukan.
- Katakana bahwa perawat percaya klien mendengar suara atau melihat sesuatu, namun perawat sendiri tidak mendengar (dengan nada bersahabat tanpa menyalahkan dan menghakimi).
- Diskusikan dengan klien stimulus yang menimbulkan halusinasi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, sore, malam, jika sendiri atau jengkel, atau sedih).
c. Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Intervensi :
1) Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri dan lain – lain).
2) Diskusikan dengan klien manfaat cara yang dilakukan klien, jika bermanfaat berikan pujian.
3) Diskusikan cara baru untuk mematuh / mengontrol halusinasi.
- Katakana “Saya tidak mendengar kamu” (pada saat halusinasi terjadi).
- Menemui orang lain (perawat, teman, anggota keluarga) untuk bercakap – cakap atau mengatakan halusinasi yang didengar.
- Membuat jadwal kegiatan sehari – hari agar halusinasi tidak sempat muncul.
- Meminta keluarga / teman / perawat menyapa jika tampak berbicara sendiri.
d. Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasi
Intervensi :
1) Anjurkan klien memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi.
2) Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung / pada saat kunjungan rumah) tentang gejala halusinasi yang biasa dialami klien.
3) Diskusikan dengan keluarga dank lien tentang cara yang dapat dilakukan keluiarga dan klien untuk memutus halusinasi.
4) Diskusikan dengan keluarga tentang cara merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi dirumah, beri kegiatan, biarkan sendiri, makan bersama, berpergian bersama dan lain – lain.
5) Beri reinforcement waktu follow up / kapan perlu mendapat bantuan halusinasi tidak terkontrol dan resiko mencederai orang lain.
e. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Intervensi :
1) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat.
2) Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.
3) Anjurkan klien berbicara dengan dokter tentang manfaat efek samping obat yang dirasakan.
4) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi.
5) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
K. Strategi Pelaksanaan
1. Pasien
a. SP 1
1) Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien.
2) Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain.
3) Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain.
4) Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang.
5) Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang - bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian.
b. SP 2
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
2) Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang.
3) Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang - bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.
c. SP 3
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
2) Memberikan kesempatan kepada klien berkenalan dengan dua orang atau lebih.
3) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
2. Keluarga
a. SP 1
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasien beserta proses terjadinya.
3) Menjelaskan cara - cara merawat pasien isolasi sosial
b. SP 2
1) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan isolasi sosial.
2) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien isolasi sosial.
c. SP 3
1) Membantu keluarga membuat jadual aktivitas dirumah termasuk minum obat ( Discharge planning).
2) Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.
0 komentar:
Posting Komentar