BAB I
KONSEP DASAR
A. Pengertian
1. Bunuh diri merupakan kematian yang diperbuat oleh sang pelaku sendiri secara sengaja (Haroid I. Kaplan & Berjamin J. Sadock, 1998).
2. Bunuh diri adlah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan (Budi Anna kelihat, 1991).
3. Perlaku destruktif diri yaitu setiap aktifitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah kepada kematian (Gail Wiscara Stuart, dan Sandra J. Sundeen, 1998).
Pasien bunuh diri dibagi dua:
ü Egoalien: keinginan bunuh diri terasa aneh dan kurang apda tempatnya.
ü Egosintonik: keinginan tersebut sudah sesuai dengan dirinya.
Perilaku desktruktif diri tak langsung meliputi perilaku berikut
ü Merokok
ü Mengebut
ü Berjudi
ü Tindakan criminal
ü Terlibat dalam tindakan rekreasi beresiko tinggi
ü Penyalahgunaan zat
ü Perilaku yang menyimpang secara social
ü Perilaku yang menimbulkan stress
ü Gangguan makan
ü Ketidakpatuhan pada tindakan medic
Rentang Respon Protektif Diri
Rentang respon protektif diri mempunyai peningkatan diri sebagai respon paling adaptif. Sementara perilaku destruktif diri, pencederaan diri dan bunuh diri merupakan respon maladaptive. 12.1 menggambarkan rentang peningkatan diri sampai perilaku desktutif diri.
RENTANG RESPONS PROTEKTIF DIRI
Respon adaptif Respon maldaptif
Skema Penatalaksanaan Percobaan Bunuh Diri (PBD)
Perilaku bunuh diri Biasanya dibagi menjadi tiga kategori
1. Ancaman bunuh diri
Peringatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang tersebut mungkin menunjukkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mungkin juga mengkomunikasikan secara nonverbal melalui pemberian hadiah, merevisi wasiatnya dan sebagainya. Pesan-pesan ini harus dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan terakhir. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian. Kurangnya respon positif dapat ditafsirkan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
2. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat mengarah kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan.
Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak benar-benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya
B. Etiologi
I. Penyebab bunuh diri pada anak
a. Pelarian dari penganiayaan atau pemerkosaan
b. Situasi keluarga yang kacau
c. Perasaan tidak disayang atau selalu dikritik
d. Gagal sekolah
e. Takut atau dihinda di sekolah
f. Kehilangan orang yang dicintai
g. Dihukum orang lain
II. Penyebab bunuh diri pada remaja
a. Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
b. Sulit mempertahankan hubungan interpersonal
c. Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan
d. Perasaan tidak dimengerti orang lain
e. Kehilangan orang yang dicintai
f. Keadaan fisik
g. Masalah orang tua
h. Masalah seksual
i. Depresi
III. Penyebab bunuh diri pada mahasiswa
a. Self ideal terlalu tinggi
b. Cemas akan tugas akademik yang banyak
c. Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang orang tua.
d. Kompetisis untuk sukses
IV. Penyebab bunuh diri pada usia lanjut
a. Perubahan status dari mandiri ke tergantung
b. Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi
c. Perasaan tidak berarti di masyarakat.
d. Kesepian dan isolasi social
e. Kehilangan ganda (seperti pekerjaan, kesehatan, pasangan)
f. Sumber hidup berkurang
Faktor-faktor Risiko Tingkah Laku Bunuh Diri’
NO | Faktor Resiko | Risiko Tinggi | Risiko Rendah |
1 | Umur | >45 th & remaja ( 12 - 24 th) | 24 -25 th & < 12 th |
2 | Jenis kelamin | Laki-laki | Permpuan |
3 | Status perkawinan | Cerai, pisah, janda, duda | Kawin |
4 | Jabatan | Professional | Pekerja kasar |
5 | Pekerjaan | Pengangguran | Bekerja |
6 | Penyakit fisik | Kronis, terminal | Sakit tidak serius |
7 | Gangguan mental | Depresi | G3 kepribadian |
8 | Pemakai obat dan alkohol | ketergantungan | Tidak |
Kategori Perilaku Bunuh Diri
1. Ancaman bunuh diri
2. Upaya bunuh diri
3. Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan
C. Tanda & Gejala
Ø Keputusasaan
Ø Celaan terhadap diri sendiri
Ø Perasaan gagal & tidak berharga dalam perasaan depresi
Ø Gelisah
Ø Insomnia yang menetap
Ø Penurunan berat badan
Ø Berbicara lamban
Ø Keletihan
Ø Menarik diri dari lingukngan social
PEMERIKSANAAN DAN PENATALAKSANAAN
1. Dilakukan pemeriksaan medis yang lengkap
2. Dapatkan riwayat nyeri yang terinci, termasuk frekuensi dan lama episode nyeri yang terakhir dan faktor yang memperberat atau menghilangkan nyeri.
3. Lakukan pemeriksaan status mental yang lengkap, dan dapatkan riwayat psiatrik. Periksalah pasien untuk adanya gejala depresi, gangguan kecemasan, gangguan psikotik, gangguan kepribadian, berpura-pura, dan perilaku mencari obat. Periksalah pasien untuk kemungkinan bunuh diri, karena nyeri kronis meningkatkan resiko bunuh diri.
4. Jika penyebab medis dan psikiatrik telah disingkirkan, gantilah menjadi pendekatan rehabilitatif. Mulailah dengan mendiskusikan substrat neurofisiologis dari nyeri, dan jelaskan bagaimanan faktor tersebut dapat menyebabkan stres, mempengaruhi perilaku, dan menyebabkan gangguan fungsi.
5. Program nyeri kronis biasanya paling baik diterapkan untuk mengobari pasien dengan nyeri kronis; mereka memberikan pengobatan medis dan psikiatrik, terapi individual, terapi kelompok, dan program rehabilitasi. Rujukan ke program nyeri kronis akan mengurangi rasa frustasi dokter yang mengobati dan menurunkan konflik langsung dengan pasien.
6. Terapi kognitif seringkali bermanfaat. Pepatah lama menyatakan, “Jika anda berpikir mengenai rasa nyeri anda sepanjang waktu anda akan membuatnya menjadi lebih buruk.” Pendekatan kognitif mempelruas konsep tersebut. Gunakan relaksasi, visual imagery, dan teknik lain untuk mengalihkan perhatian pasienm dari rasa nyeri.
7. Psikoterapi individual dipersulit oleh banyaknya hambatan tetapi mungkin berguna pada beberapa pasien. Pendekatan suportif jangka pendek yang berorientasi masalah (problem-oriented) harus bertujuan meningkatkan kekuatan ego pasien dan menghindari konflik serta kecemasan.
8. Terapi keluarga seringkali membantu. Keluarga hampir selalu memainkan peran penting dalam membentuk perilaku pasien. Terapi keluarga harus ditujukan untuk mengubah pola respon untuk memperkuat perilaku yang positif dan menghilangkan perilaku negatif.
9. Terapi kelompok adalah membantu dan menempatkan tanggung jawab pada pasien untuk penatalaksanaan rasa nyerinya. Tetapi, hindari menciptakan situasi di mana anggota kelompok bersaing untuk melihat siapa yang dapat lebih sakit atau mempelajari perilaku peranan sakit (sick-role behavior) dari satu sama lain.
10. Gunakan terapi fisik sesuai keperluan
11. Gunakan stimulasi sensoris yang ditingkatkan, seperti pemijatan, akunpuntur, dan stimulasi saraf transkutan
12. Gunakan teknik biofeedback dan relaksasi
13. Blok saraf membedakan nyeri dengan sumber sentral dan sumber perifer. Ablasi kimia atau bedah mungkin perlu dilakukan.
14. Bedah saraf adalah usaha yang terakhir, tetapi telah membantu beberapa pasien, walaupun pembebasan dari rasa nyeri mungkin telah dihasilkan oleh penghilangan depresi berat atau perubahan kepribadian.
TERAPI OBAT
Dasarkan terapi obat pada diagnosis yang seakurat mungkin. Lakukan terapi obat dengan obat yang dituliskan dalam Tabel 107-3 sebagai bagian dari rencana pengobatan yang komprehensif dan berkesinambungan; dengan demikian, medikasi tidak boleh diberikan di ruang gawat darurat atau tempat praktek anda.
Sebelum memulai tiap terapi obat, putuskan dengan jelas bahwa terapi obat tersebut jelas diindikasikan. Hindari ambivalensi dalam memberikan meditasi nyeri untuk menekan :undermedicating” pasien atau untuk memperberat situasi di mana pasien harus berjuang untuk mendapatklan medikasi.
Tabel 107-3 Obat yang Digunakan untuk Menghilangkan Nyeri
Analgesik narkotik; dosis ekuivalen dan interval
Nama generik Dosis (mg) Interval
Aspirin 750-1250 Tiap 3 jam
Phenacetin 750-1000 Tiap 3 jam
Acetaminophen 600-800 Tiap 3 jam
Phenylbutazone 200-400 Tiap 4 jam
Indomethacin 50-70 Tiap 4 jam
Lbuprofen 200-400 Tiap 4 jam
Naproxen 250-500 Tiap 4 jam
Analgesik narkotik dibandingkan dengan 10 mg morphine sulfate (MS)
Nama generik Dosis IM (mg) Dosis oral (mg) Perbedaan dari MS
Oxymorphine 1 6 Tidak ada
Hydromorhone 1.5 7.5 Kerja lebih singkat
Levorophanol 2 4 Potensi oral-IM baik
Heroin 4 Kerja lebih singkat
Methadone 10 20 Potensi oral IM baik
Morphine 10 60
Oxycodone 15 30 Kerja lebih singkat
Meperidine 75 300 Tidak ada
Pentazocine 60 180 Agonis-antagonis
Codeine 130 200 Lebih toksin
Antikonvulsan
Nama generik Dosis oral (mg) Interval
Phenytoin 100 Tiap 6-8 jam
Carbamazepine 200 Tiap 6 jam
Clonazepam 1 Tiap 6 jam
Antidepresant
Nama generik Dosis oral (mg) Interval
Doxepin 200 74-400
Amitriptyline 150 75-300
Imipramine 200 75-400
Nortriptyline 100 40-150
Desipramine 150 75-300
Amoxapine 200 73-300
Trazodone 150 50-600
Tabel dari R. Maciewicz, J.B. Mmartin: Pain : Patophysiology and management. In E. Braunwald, K. Isselbacter, R.G. Petersdorf, J.D. Wilson, J.B. Martin, A.S. Fauci : Harrison’s Prinsiples of Internal Medicine II. MsGraw-Hill, New York, 1988.
Digunakan dengan ijin.
Pada kondisi dengan nyeri paroksismal, seperti neuralgia trigeminal, cobalah antikonvulsan tertentu seperti carbamazepine (Tegretol) terlebih dahulu, dan resepkan antikonvulsan secara tetap.
Obat trisiklik seringkalo sangat membantu pada nyeri kronis, terlepas dari apakah obat tersebut sedang digunakan untuk mengobati gangguan depresif atau insomnia.
Dosis antidepresan yang diperlukan seringkali lebih kecil dari yang dosis biasanya digunakan untuk depresi – sebagai contohnya, imipramine (Motril) atau amitriptyline (Elavil), keduanya diberikan dengan dosisi 25 sampai 100 mg sebelum tidur.
Analgesik non-narkotik, seperti aspirin dan obat anti-inflamasi nonsteroid sebagai contohnya, ibuprofen (Motrin) – adalah berguna dan harus diberikan secara tetap untuk mencapai kadar darah perapetik.
Opioid adalah analgesik yang efektif tetapi menyebabkan toleransi dan ketergantungan yang cepat dan harus dibatasi pada pemakaian jangka pendek. Tetapi, jika diambil keputusan untuk menggunakan opioid, harus diberikan dosis yang cukup yaitu dosis yang cukup untuk menimbulkan analgesia.
Beberapa pasien dengan nyeri kronis menjadi tergantung pada opioid dan selanjutnya memerlukan detoksifikasi. Jangan memberikan plasebo tanpa persetujuan pasien.
Walaupun efek analgesik plasebo telah dicatat, pengobatan yang lebih tidak boleh ditahan-tahan, dan penipuan terhadap pasien akan mengurangi kepercayaan pasien kepada dokter.
Referensi Silang :
Agitasi, kecemasan, gangguan depresif, nyeri kepala, hipokondriasis, berpura-pura, intoksikasi dan putus opioid.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN TINHKAH LAKU BUNUH DIRI
Asuhan keperawatan tingkah laku bunuh diri difokuskan pada pencegahan bunuh diri. Pencegahan dapat dipakai karena semua individu yang ingin bunuh diri ambivalen terhadap hidup dan tidak ada yang seratus persen ingin mati.
PENGKAJIAN
Pengkajian bunuh diri termasuk aplikasi observasi melekat dan termpil mendengarkan untuk mendeteksi tanda spesifik dan rencana yang spesifik.
Hal utama yang perlu dikaji adalah tanda atau gejala yang dapat menentukan tingkat ridiko dari tingkah laku bunuh diri. Untuk ini ada beberapa dan petunjuk yang dapat dipilih oleh perawat, sebagai berikut :
1. Pengkajian tingkat risiko oleh Hasson, Valente dan Risk (1977, dikutip oleh shiver, 1986). (lihat Tabel 2)
2. Pengkajian tingkat risiko oleh Stuart dan Sundeen (1988; 496-497 ) yang mengkaji 10 faktor dan masing-masing diberi nilai. Nilai akhir akan menentukan tingkat risiko bunuh diri tersebut. (lihat lampiran 1)
3. Pengkajian tingkat risiko oleh Bailey dan Dreyer ( 1977, dikutip oleh Shivers, 1986; 475 ) mengkaji intensitas bunuh diri yang disebut SIRS ( Suicidal Intention Ranting Svale ) dengan skor 0-4 (lihat table 3)
Table 2. Pengkajian Tingkat Risiko Bunuh diri *)
No | Perilaku atau Gejala | Intensitas Risiko | ||
Rendah | Sedang | Tinggi | ||
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 | Cemas Depresi Isolasi-menarik diri Fungsi sehari-hari Sumber-sumber Strategi koping Orang penting/dekat Pelayanan psikiatri yg lalu Pola hidup Pemakai obat – alcohol Percobaan bunuh diri sebelumnya Disorientasi & disorganisai Bermusuhan Rencana bunuh diri | Rendah Ringan Perasaan depresi yg samar, tidak menarik diri Umunyua baik pada smua aktifitas Beberapa Umumnya konstruktif Beberapa Tidak, sikap positif Stabil Tidak sering Tidak fatal Tidak ada Tidak Samar, kadang-kadang ada pikiran | Sedang Sedang Perasaan tidajk berdaya, putus asa Baik pada beberapa aktifitas Sedikit Sebagian konstruktif Sedikit Ya, umumnya memuasakan Sedang, stabil tidak stabil Sering Dari tidak sampai dengan cara yang agak fatal Sedikit Beberapa Sering dipikirkan, kadang ada ide untuk merencanakan | Tinggi / panic Berat Tidak berdaya, putus asa Tidak baik pada smua aktifitas Kurang Sebagian besar konstruktif Tidak ada Bersikap negative terhadap golongan Tidak stabil Terus menerus Dari tidak sampai dengan cara yang fatal Jelas / ada Jelas / ada Sering dipirkan |
*)Sumber : Hatton, Valente, Rink (1977), dikutip oleh Shiver (1986;472).
Table 3. Suicidal Intention Ranting Svale
Skor | Intensitas |
0 1 2 3 4 | Tidak ad aide bunuh diri sekarang atau yang lalu Ada ide bunuh diri, tidak ada pervobaan bunuh diri, tidak mengancam bunuh diri Memikirkan bunuh dri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri Mengancam bunuh diri, misalnya;”Tinggalkan saya sedniri atau saya bunuh diri”. Aktif mencoba bunuh diri |
*)Sumber : Bailey dan Dreyer (1977), dikutip oleh Shiver (1986;475).
Dari ketiga pengkajian di atas perawat mengidentifikasi klien yang termasuk kedaruratan adalah klien risiko tinggi dengan skor tinggi, tingkat lain juga mempunyai risiko. Skor nol dan intensitas rendah tidak mempunyai risiko bunuh diri saat ini.
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri berhubungan dengan perilaku bunuh diri (suicide).
2. Perilaku bunuh diri (suicide) berhubungan dengan koping maladaptif.
Rencana Tindakan Keperawatan
1. Tujuan umum: Klien tidak mencederai diri.
2. Tujuan khusus
Ø Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
Tindakan:
ü Perkenalkan diri dengan klien
ü Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
ü Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
ü Bersifat hangat dan bersahabat.
ü Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
Ø Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
ü Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
ü Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
ü Awasi klien secara ketat setiap saat.
Ø Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan :
Tindakan :
ü Dengarkan keluhan yang dirasakan.
ü Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.
ü Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya.
ü Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan lain lain.
ü Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yangmenunjukkan keinginan untuk hidup.
Ø Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan :
Tindakan :
ü Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
ü Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
ü Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
Ø Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan :
Tindakan :
1. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yangmenyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis surat dll.).
2. Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.
3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yangmempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efekti
Perencanaan
Perencanaan meliputi penentuan diagnose keperwatan, tujuan dan intervensi keperwatan. Beberapa kemungkinan keperawatan pada keadaan gawat darurat adalah sebagai berikut :
1. Dorongan yang kuat untuk bunuh diri sehubunga dengan alam perasaan
2. Risiko bunuh diri sehubungan dengan ketidak mapuan menangani stress, perasaan bersalah
3. Koping yang tidak efektif sehubungan keinginan bunuh diri sebagai pemecahan masalah
4. Risiko bunuh diri sehubungan dengan krisis yang tiba-tiba ( di rumah, komunitas )
5. Isolasi social sehubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang menurun
6. Gangguan konsep diri ( persaan tidak berharga ) sehubungan dengan kegagalan ( sekolah, hubungan interpersonal )
Tujuan utama asuhan keperawatan tingkah laku bunuh diri pada keadaan darurat adalah melindungi keselamatan klien atau mencegah terjadinya bunuh diri dan membantu klien mengganti koping destruktif dengan koping konstruktif. Secara terperinci dapat dilihat pada aplikasi asuhan keperawatan pada bagian berikut.
Contoh perumusan tujuan :
Tujuan jangka panjang :
Dua minggu sebelelum pulang dari rumah sakit, klien dapat mengontrol diri untuk tida bunuh diri.
Tujuan jangka pendek :
1. Dalam waktu 3 hari klien tetap bersama staf dengan sukarela.
2. Dalam waktu 1 minggu klien memberitahu staf jika ada perasaan atau dorongan merusak diri
3. Dalam waktu 2 minggu klien dapat menuliskan 3 hal positif tentang dirinya
DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart, Gail Wicarz, Buku Saku Keperawatan Jiwa / Gail Wiscara, Sandra J, Sundeen: Alih Bahasa, A Chir Yani S. Hamid; Eitor dalam Bahasa Indonesia, Yasmin Asih. Ed 3, EGC: Jakarta, 1998.
2. Kapita Selekta kedokteran, editor, Mansjoer Arif (et.al) ed.III, ce. 2: Media Aesculapius: Jakarta, 1999.
3. Kaplan, Harold I, Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat, Alih Bahasa W.M. Roan, Widya Medika: Jakarta: 1998.
4. I Saacs, Ann. Panduan Belajar, Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik, Alih Bahasa, Dean Praty Rahayuningsih; Editor, Edisi, Indonesia, Sari Kurnianingsih-ed. EGC: Jakarta, 2004.
5. Keliat, Budi Anna, Tingkah Laku Bunuh Diri, Editor Rianti, Bhaktiyani, Arcan: Jakarta, 1991.
6. PSIK B. FK. UGM, Diagnosa Keperawatan Nanda, Yogyakarta, 2002.
0 komentar:
Posting Komentar