Jumat, 29 April 2011

KTI MD BAB II


A.       Pengertian
Menurut beberapa ahli menguraikan tentang pengertian isolasi sosial yaitu:
1.        Isolasi sosial adalah pengalaman kesendirian secara individu dan dirasakan segan terhadap orang lain dan sebagai keadaan yang negatif atau mengancam (NANDA 2005-2006).
2.        Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993 dikutip oleh budi anna keliat 1999).
3.        Kerusakan interaksi sosial adalah sesuatu keadaan dimana seseorang individu berpartisipasi dalam kuantitas yang tidak cukup atau berlebihan atau kualitas interaksi sosial yang tidak efektif (Townsend,1998).
4.        Menarik diri adalah suatu pola tingkah laku menghindari kontak dengan orang, situasi atau lingkungan yang penuh dengan stress yang dapat menyebabkan kecemasan fisik dan psikologi (FIK.UI 2007).
5.        Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami ketidak mampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dilingkungan sekitarnya secara wajar (Mahnum 2001).



B.       Tanda dan Gejala
Menurut Townsend (1998 : 152-153) dan Carpenito (1998 : 382) isolasi sosial menarik diri sering ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut :
Data subjektif :
1.        Mengungkapkan perasaan yang tidak berguna, penolakan oleh lingkungan.
2.        Mengungkapkan keraguan tentang kemampuan yang dimiliki.
Data objektif :
1.        Tampak menyendiri dalam ruangan, tidak berkomunikasi, menarik diri.
2.        Tidak melakukan kontak mata.
3.        Tampak sedih, afek tumpul.
4.        Posisi meringkuk di tempat tidur dengan punggung menghadap ke pintu.
5.        Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai atau imatur dengan perkembangan usianya.
6.        Kegagalan untuk berinteraksi dengan orang lain.
7.        Kurang aktifitas fisik dan verbal.
8.        Tidak mampu membuat keputusan.
9.        Tidak mampu untuk berkonsentrasi
10.     Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan di wajahnya.





C.       Rentang Respon Sosial
Berdasarkan buku keperawatan jiwa menurut Stuart, 2006 menyatakan bahwa manusia makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal yang positif. Hubungan intrpersonal terjadi jika hubungan saling merasakan kedekatan sementara identitas pribadi tetap dipertahankan.
Individu juga harus membina saling tergantung yang merupakan keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan. Stuart menyatakan tentang respon rentang sosial individu berada dalam rentang respon maladaptif yaitu:
Respon Adaptif                                                                                Respon Mal Adaptife

Menyendiri                      Merasa sedih                           Manipulasi
Otonom                                           Menarik diri                             Impulsif
Bekerja sama                   dependen                 Narcisisme
Saling ketergantungan 
1.        Respon adaptif adalah suatu respon individu dalam menyesuaikan masalah yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya yang umum berlaku. Respon ini meliputi:
a.        Menyendiri (solitude)
Merupakan respons yang dibutuhkan seseorang untuk menentukan apa yang telah dilakukan dilingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya.
b.        Otonom
Kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
c.        Berkerja sama (mutualisme)
Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
d.        Saling tergantung (interdependen)
Merupakan kondisi saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
2.        Respon mal adaptif adalah respon individu dalam menyesuaikan masalah menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya ini meliputi:
a.        Menarik diri
Keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
b.        Tergantung (dependen)
Terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuanya untuk berfungsi secara sukses.
c.        Merasa sedih
Individu merasa sedih tanpa orang lain di sekitarnya.




Respon mal adaptif yang terjadi :
1.        Manipulasi
Gangguan hubungan emosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang sebagai obyek. Individu tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
2.        Impulsif
Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mamapu belajar dari pengalaman, penilaian yang buruk dan individu ini tidak dapat diandalkan.
3.        Narcisisme
Harga dirinya rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian yang egosentris dan pencemburu (Stuard, 2006).

D.       Etiologi
Menurut Townsend (1998 : 152) Isolasi sosial menarik diri sering di sebabkan oleh karena kurangnya rasa percaya pada orang lain, perasaan panik, regresi ke tahap perkembangan sebelumnya, waham, sukar berinteraksi dimasa lampau, perkembangan ego yang lemah serta represi rasa takut. Menurut Stuart & Sundeen (1998 : 345) Isolasi sosial disebabkan oleh gangguan konsep diri rendah.
Gangguan konsep diri : harga diri rendah adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memnuhi ideal diri (Stuart & Sundeen  1998 : 227). Menurut Townsend (1998 : 189) harga diri rendah merupakan evaluasi dari perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif baik langsung maupun tidak langsung. Pendapat serupa dikemukakan oleh Carpenito (1998 : 352) bahwa harga diri rendah merupakan dimana individu mengalami evaluasi yang negatif mengenai diri atau kemampuan diri.
1.        Faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan perkembangan yang dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu takut salah, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan meresa tertekan.
2.        Faktor presipitasi dari faktor sosio-cultural karena menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah karena meninggal dan fakto psikologis seperti berpisah dengan orang yang terdekat atau kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga sehingga menyebabkan klien berespons menghindar dengan menarik diri dari lingkungan (Stuart and Sundeen, 1995).

E.       Akibat
Perilaku isolasi sosial : menarik dapat beresiko terjadinya perubahan persepsi sensori halusinasi (Townsend 1998 : 156). Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita / kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada (Jhonson 1995 : 421). Menurut maramis (1998:119) halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indra, dimana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.
Halusinasi merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi lima perasaan (penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran dan halusinasi penglihatan (Boyd & Nilhart 1998 : 303 : Rawlin & Heacock 1998 : 198). Menurut Carpenito  (1998 : 363) perubahan persepsi sensori halusinasi merupakan keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau beresiko mengalami suatu perubahan dalam jumlah, pola atau interpretasi stiulus yang datang. Sedangkan menurut pendapat lain halusinasi merupakan persepsi sensori yang palsu yang terjadi tanpa adanya stimulus eksternal, yang dibedakan dari distorsi dan ilusi yang merupakan kekeliruan persepsi terhadap stimulus yang nyata dan pasien menganggap halusinasi sebagai suatu yang nyata (kusuma 1997 : 284).

F.       Masalah yang Perlu Dikaji
1.        Tidak tahan terhadap kontak yang lama.
2.        Tidak konsentrasi dan pikiran mudah beralih saat berbicara.
3.        Tidak ada kontak mata.
4.        Ekspresi wajah yang murung, sedih.
5.        Tampak larut dalam pikiran, mudah beralih saat berbicara.
6.        Kurang aktifitas, tidak komunikatif.
7.        Merusak diri sendiri.
8.        Ekspresi malu.
9.        Menarik diri dari hubungan sosial.
10.     Tidak mau makan dan tidak tidur.

G.      Mekanisme Koping
Klien apabila mendapatkan masalah takut atau tidak mau menceritakan pada orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri).

H.      Pohon Masalah
Perubahan persepsi - sensori : Halusinasi
Isolasi Sosial : Menarik Diri        (Core problem)


Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah
(Keliat, 1999)

I.         Diagnosa Keperawatan
1.        Isolasi sosial : Menarik Diri
2.        Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah
3.        Perubahan persepsi  - sensori : Halusinasi

J.        FOKUS INTERVENSI
1.        Isolasi Sosial : Menarik Diri
TUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi.
TUK :
a.        Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Intervensi :
1)       Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal.
2)       Perkenalkan diri dengan sopan.
3)       Tanyakan nama lengkap pasien dan nama panggilan yang disukai.
4)       Jelaskan tujuan pertemuan.
5)       Jujur dan menepati janji.
6)       Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
7)       Berikan perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar.
b.        Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Intervensi :
1)       Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
2)       Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan menarik diri.
3)       Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebabnya.
4)       Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
c.        Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
1)       Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
2)       Kaji pengetahuan klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
d.        Klien dapat melaksanakan hubungan sosial.
Intervensi :
1)       Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain.
2)       Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
·          Klien – Perawat
·          Klien – Perawat – Perawat lain
·          Klien – Perawat - Klien lain
·          Klien – Keluarga – Masyarakat
3)       Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
4)       Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan.
5)       Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu.
6)       Motifasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan.
7)       Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan.
e.        Klien dapat mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
1)       Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain.
2)       Diskusikan dengan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
3)       Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.
f.         Klien dapat memberdayakan system pendukung / keluarga.
Intervensi :
1)       Bina hubungan saling percaya.
2)       Diskusikan anggota keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebab, akibat dari perilaku menarik diri, cara keluarga menghadapi klien MD.
3)       Dorong keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.
4)       Anjurkan keluarga cara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal sekali dalam satu minggu.
5)       Berikan reinforcement positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga.

2.        Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah.
TUM : Klien dapat berhubungan denganorang lain secara optimal.
TUK :
a.        Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Intervensi :
1)       Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
2)       Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal.
3)       Perkenalkan diri dengan sopan.
4)       Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai.
5)       Jelaskan tujuan pertemuan.
6)       Jujur dan menepati janji.
7)       Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
8)       Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
b.        Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Intervensi :
1)       Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
2)       Setiap bertemu klien hindarkan dari member penilaian negativ.
3)       Utamakan berikan pujian  yang realistis.
c.        Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
Intervensi :
1)       Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih digunakan selam sakit.
2)       Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
d.        Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Intervensi :
1)       Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
·          Kegiatan mandiri.
·          Kegiatan dengan bantuan sebagian.
·          Kegiatan yang membutuhkan bantuan.
2)       Tingkatkan kegiatan yang sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3)       Berikan contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
e.        Klien dapat melaukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
Intervensi :
1)       Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
2)       Beri pujian atas keberhasilan klien.
3)       Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
3.        Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
TUM : Klien tidak mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
TUK :
a.        Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Intervensi :
1)       Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal, perkenalkan diri dengan ramah dan sopan.
2)       Tanyakan mana lengkap klien dan mana panggilan yang disukai.
3)        Jelaskan tujuan pertemuan.
4)       Jujur dan menepati janji.
5)       Tunjukkan sikap simpati dan menerima klien apa adanya.
6)       Beri perhatian kepada klien dengan memperhatikan kebutuhan klien.
b.        Klien dapat mengenal halusinasinya.
Intervensi :
1)       Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi timbulnya halusinasi.
2)       Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya, berbicara, tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke kanan atau kedepan seolah – olah ada teman bicara.
3)       Bantu klien mengamati halusinasinya.
·          Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa yang dilakukan.
·          Katakana bahwa perawat percaya klien mendengar suara atau melihat sesuatu, namun perawat sendiri tidak mendengar (dengan nada bersahabat tanpa menyalahkan dan menghakimi).
·          Diskusikan dengan klien stimulus yang menimbulkan halusinasi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, sore, malam, jika sendiri atau jengkel, atau sedih).
c.        Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Intervensi :
1)       Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri dan lain – lain).
2)       Diskusikan dengan klien manfaat cara yang dilakukan klien, jika bermanfaat berikan pujian.
3)       Diskusikan cara baru untuk mematuh / mengontrol halusinasi.
·          Katakana “Saya tidak mendengar kamu” (pada saat halusinasi terjadi).
·          Menemui orang lain (perawat, teman, anggota keluarga) untuk bercakap – cakap atau mengatakan halusinasi yang didengar.
·          Membuat jadwal kegiatan sehari – hari agar halusinasi tidak sempat muncul.
·          Meminta keluarga / teman / perawat menyapa jika tampak berbicara sendiri.


d.        Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasi
Intervensi :
1)       Anjurkan klien memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi.
2)       Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung / pada saat kunjungan rumah) tentang gejala halusinasi yang biasa dialami klien.
3)       Diskusikan dengan keluarga dank lien tentang cara yang dapat dilakukan keluiarga dan klien untuk memutus halusinasi.
4)       Diskusikan dengan keluarga tentang cara merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi dirumah, beri kegiatan, biarkan sendiri, makan bersama, berpergian bersama dan lain – lain.
5)       Beri reinforcement waktu follow up / kapan perlu mendapat bantuan halusinasi tidak terkontrol dan resiko mencederai orang lain.
e.        Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Intervensi :
1)       Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat.
2)       Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.
3)       Anjurkan klien berbicara dengan dokter tentang manfaat efek samping obat yang dirasakan.
4)       Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi.
5)       Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

K.       Strategi Pelaksanaan
1.        Strategi Pelaksanaan (Pasien) Menarik diri :
SP I
a.        Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien.
b.        Mendiskusikan dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain.
c.        Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan orang lain.
d.        Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan orang lain.
e.        Menganjurkan pasien memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian.
SP II
a.        Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
b.        Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan orang lain.
c.        Membantu pasien memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.



SP III
a.        Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
b.        Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara berkenalan dengan dua orang atau lebih.
c.        Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

2.        Strategi Pelaksanaan (Keluarga) Menarik Diri
SP I
a.        Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
b.        Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasien beserta proses terjadinya.
c.        Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial.
SP II
a.        Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan isolasi sosial.
b.        Melatih keluarga mempraktekan cara merawat lansung kepada pasien isolasi sosial.
SP III
a.        Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning).
b.        Menjelaskan follow up pasien setelah pulang (Carpenito L.J, 1998).

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...