Minggu, 29 Mei 2011

KTI ASMA BAB II

A.       Pengertian
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversible, dimana trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Brunner dan Suddart, 2002 : 61).
Asma adalah penurunan fungsi paru dan hiperesponsivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan (Carpenito, 1999 : 53).
Asma Bronchial suatu hasil reksi dari bronkus dan trakea yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang bersifat reversible (Lawrence M. Tierney, Jr, 2002 : 65).
Asma dibedakan menjadi :
1.        Asma alergik
Disebabkan oleh alergen-alergen yang dikenal (misal : serbuk sari, binatang, amarah, makanan, dan jamur). Asma alergik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi
2.        Asma idiopatik/non alergik
Tidak berhubungan dengan alergen spesifik, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi.
3.        Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum, mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun idiopatik/non alergik (Brunner dan Suddarth, 2002 : 641).

B.       Anatomi dan Fisiologi
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen kedalam tubuh. Serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.
Secara garis besar saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona, zona konduksi yang dimulai dari hidung, faring, laring,trakea, bronkus, bronkiolus segmentalis dan berakir pada bronkiolus terminalis. Sedangkan zona respiratoris dimulai dari bronkiolus respiratoris, duktus alveoli dan berakhir pada sakus alveulus terminalis.  
Saluran pernafasan mulai dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk kerongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epiotel thorak yang bertingkat, bersilia dan bersel goblet.Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang sisekresi sel goblet dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung. Sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus untuk kemudian dibatukkan atau ditelan. Air untuk kelembapan diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai keudara inspirasi berasal dari jaringan dibawahnya yang kaya dengan pembulu darah, sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas debu,bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembapanya mencapai 100% .
Udara mengalir dari hidung kefaring yang merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Faring dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : nasofaring, orofaring dan laringofaring.  Dibawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga dibeberapa tempat terdapat follikel getah bening yang dinamakan adenoid. Disebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari tekak .
Laring merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak didepan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke trakea di bawahnya. Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan mengandung pita suara. Diantara pita suara terdapat glotis yang merupakan pemisah saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Pada saat menelan, gerakan laring keatas, penutupan dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dari epiglotis yang berbentuk daun berperan untuk mengarahkan makanan ke esofagus, tapi jika benda asing masih bisa melampaui glotis, maka laring mempunyai fungsi batuk yang akan membantu merngeluarkan benda dan sekret keluar dari saluran pernafasan bagian bawah .
Trakea dibentuk 16 sampai dengan 20 cincin tulang rawan, yang berbentuk seperti kuku kuda dengan panjang kurang lebih 5 inci (9-11 cm), lebar 2,5 cm, dan diantara kartilago satu dengan yang lain dihubaungkan oleh jaringan fibrosa, sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar(sel bersilia) yang hanya bergerak keluar. Sel-sel bersilia ini berguna untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama udara pernafasan, dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukusa.
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yamg terdapat pada ketinggian vertebra torakalis ke IV dan V. Sedangkan tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kanan dan kiri disebut karina. Karina memiliki banyak syaraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika batuk dirangsang . Bronkus utama kanan lebih pendek , lebih besar dan lebih vertikal dari yang kiri. Terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai tiga cabang. Bronkus utama kiri lebih panjang,dan lebih kecil, terdiri dari 9-12 cicin serta mempunyai dua cabang.
Bronkiolus terminalis merupakan saluran udara kecil yang tidak mengandung alveoli (kantung udara) dan memiliki garis  1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukuranya dapat berubah. Seluruh saluran uadara ,mulai dari hidung sampai bronkiolus terminalis ini disebut saluran penghantar udara atau zona konduksi. Bronkiolus ini mengandung kolumnar epitellium yang mengandung lebih banyak sel goblet dan otot polos, diantaranya strecch reseptor yang dilanjutkan oleh nervus vagus.
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru , yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari : Bronkiolus respiratoris, duktus alveolaris dan sakus alveolaris terminalis yang merupakan struktur akhir dari paru.
Secara garis besar fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu pertukaran gas dan keseimbangan asam basa. Fungsi pertukaran gas ada tiga proses yang terjadi. Pertama ventilasi, merupakan proses pergerakan keluar masuknya udara melalui cabang-cabang trakeo bronkial sehingga oksigen sampai pada alveoli dan karbondioksida dibuang. Pergerakan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan. Udara akan mengalir dari tekanan yang tianggi ke tekanan yang rendah. Selama inspirasi volume thorak bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat. Peningkatan volume ini menyebabkan menurunan tekanan intra pleura dari –4 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir) menjadi sekita –8mmHg. Pada saat yang sama tekanan pada intra pulmunal menurun –2 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir). Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menyebabkan udara mengalir kedalam paru sampai tekanan saluran udara sama dengan tekanan atmosfir. Pada ekspirasi tekanan intra pulmunal bisa meningkat 1-2 mmHg akibat volume torak yang mengecil sehingga udara mengalir keluar paru.
Proses kedua adalah difusi yaitu masuknya oksigen dari alveoli ke kapiler melalui membran alveoli-kapiler. Proses ini terjadi karena gas mengalir dari tempat yang tinggai tekanan par
sialnya ketempat yang lebih rendah tekanan partialnya. Oksigen dalam alveoli mempunyai tekanan partial yang lebih tinggi dari oksigen yang berada didalam darah. Karbondioksida darah lebih tinggi tekanan partialnya dari pada karbondioksida dialveoli. Akibatnya karbondioksida mengalir dari darah ke alveoli.
Proses ketiga adalah perfusi yaitu proses penghantaran oksigen dari kapiler ke jaringan melalui transpor aliran darah. Oksigen dapat masik ke jaringan melalui dua jalan : pertama secara fisik larut dalam plasma dan secara kimiawi berikata dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin, sedangkan karbondioksida ditransportasi dalam darah sebagai bikarbonat, natrium bikarbonat dalam plasma dan kalium bikarbonat dalam sel-sel darah merah. Satu gram hemoglobin dapat mengika 1,34 ml oksigen. Karena konsentrasi hemoglobin rata-rata dalam darah orang dewasa sebesar 15 gram, maka 20,1 ml oksigen bila darah jenuh total ( Sa O2 = 100% ),bila darah teroksigenasi mencapai jaringan . Oksigen mengalir dari darah masuk ke cairan jaringan karena tekanan partial oksigen dalam darah lebih besar dari pada tekanan dalam cairan jaringan. Dari dalam cairan jaringan oksigen mengalir kedalan sel-sel sesuai kebutuhan masing-masing. Sedangkan karbondioksida yang dihasilkan dalam sel mengalir kedalam cairan jaringan. Tekanan partial karbondioksida dalam jaringan lebih besar dari pada tekanan dalam darah maka karbondioksida mengalir dari cairan  jaringan kedalam darah.
Fungsi sebagain pengaturan keseimbangan asam basa : pH darah yang normal berkisar 7,35 – 7,45. Sedangkan manusia dapat hidup dalam rentang  pH 7,0 – 7,45. Pada peninggian CO2 baik karena kegagalan fungsi maupun tambahnya produksi CO2 jaringan yang tidak dikompensasi oleh paru menyebabkan perubahan pH darah. Asidosis respiratoris adalah keadaan terjadinya retensi CO2 atau CO2 yang diproduksi oleh jaringan lebih banyak dibandingkan yang dibebaskan oleh paru. Sedangkan alkalosis respiratorius adalah suatu keadaan Pa CO2 turun akibat hiper ventilasi (Evelyn C, Pearce. 2002).

C.       Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.
1.        Faktor predisposisi
a.        Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2.        Faktor presipitasi
a.        Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a.        Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b.        Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
c.        Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan

b.        Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c.        Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang  timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress / gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d.        Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e.        Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut (Brunner dan Suddarth, 2002 : 61).

D.       Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.
Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru (Corwin, Elizabeth J. 2000).



E.       Manifestasi Klinik
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi (whezing), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari (Brunner & Suddart, 2002 : 612).

F.       Penatalaksanaan
Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1.        Penobatan non farmakologik
a.        Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b.        Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c.        Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada
2.        Pengobatan farmakologik
a.        Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol (Alupent, metrapel).
b.        Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c.        Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol (beclometason dipropinate) dengan disis 800  empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d.        Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak. Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e.        Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f.         Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.
3.        Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a.        Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam
b.        Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c.        Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d.        Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e.        Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f.         Antibiotik spektrum luas (Evelin dan joyce L. kee, 1998 ; Karnen baratawijaja, 1999 ).





G.      Komplikasi
Komplikasi  yang terjadi pada asma bronchiale adalah :
1.        Pneumotoraks,
2.        Atelektasis
3.        Gagal nafas
4.        Bronchitis
5.        Fraktur iga
6.        Emfisema subkutis
7.        Aspergilosis bronkopuimoner alergi (Brunner, Suddart. 2001).

H.      Pengkajian Fokus
a.        Pengumpulan data
1)       Identitas klien.
Pengajian mengenai nama, umur danjenis kelamin perlu di kaji pada penyakit status asthmatikus. Serangan asthma pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status atopi. Sedangkan serangan pada usia dewasa di mingkinkan adanya faktor non atopi. Alamat menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada, dapat mengetahui kemungkinan faktor pencetus serangan asthma. Status perkawinan, gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus serangan asthma, pekerjaan, serta bangsa perlu juga digaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan elergen. Hal lain yang perlu dikaji tentang : Tanggal MRS, Nomor Rekam Medik, dan Diagnosa medis.
2)       Riwayat penyakit sekarang.
Klien  dengan serangan asthma datang mencari pertolongan dengan keluhan, terutama sesak napas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain yaitu : Wheezing, Penggunaan otot bantu pernapasan, Kelelahan, gangguan kesadaran, Sianosis serta perubahan tekanan darah. Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya serangan.
3)       Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksi saluran napas atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung. Riwayat serangan asthma frekuensi, waktu, alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asthma.
4)       Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji tentang riwayat penyakit asthma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitifitas pada penyakit asthma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik oleh lingkungan.
5)       Riwayat spikososial
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asthma baik ganguan itu berasal dari  rumah tangga, lingkungan sekitar sampai lingkungan kerja. Seorang yang punya beban hidup yang berat berpotensial terjadi serangan asthma. yatim piatu, ketidak harmonisan hubungan dengan orang lain sampai ketakutan tidak bisa menjalankan peranan seperti semula.
6)       Pola fungsi kesehatan
a)        Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat
Gejala asthma dapat membatasi manusia untuk berprilaku hidup normal sehingga klien dengan asthma harus merubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi serangan asthma.
b)       Pola nutrisi dan metabolisme
Perlu dikaji tentang status nutrisi klien meliputi, jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Serta pada klien sesak, potensial sekali terjadinya kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dipsnea saat makan, laju metabolisme  serta ansietas yang dialami klien.
c)        Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna bentuk, kosentrasi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam melaksanakannya.
d)       Pola tidur dan istirahat
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat  klien meliputi berapa lama klien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien.
e)        Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas  keseharian klien seperti olah raga, bekerja dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya asthma yang disebut dengan Exerase Induced Asthma.
f)        Pola hubungan dan peran
Gejala asthma sangat membatasi gejala klien untuk menjalani kehidupan secara normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran klien baik dilingkungan rumah tangga, masyarakat ataupun lingkungan kerja.
g)        Pola persepsi dan konsep diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien tarhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapt menghambat respon kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor dalam kehidupan klien. Semakin banyak stresor yang ada pada kehidupan klien dengan asthma meningkatkan kemungkinan serangan asthma yang  berulang.
h)       Pola sensori dan kognetif
Kelainan pada pola persepsi dan kognetif akan memepengaruhi konsep diri klien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stresor yang dialami klien sehingga kemungkinan terjadi serangan asthma yang berulangpun akan semakin tinggi.
i)         Pola reproduksi seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan klien. Masalah ini akan menjadi stressor yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan asthma.
j)         Pola penangulangan stress
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan asthma maka perlu dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan klien serta cara penanggulangan terhadap stresor.
k)       Pola tata nilai dan kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang ia yakini dunia percayai dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada Nya merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif
7)       Pemeriksaan fisik
a)        Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir lengket dan posisi istirahat klien.
b)       Integumen
Ikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.
c)        Kepala
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat trauma, adanya keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kelang ataupun hilang kesadaran.
d)       Mata
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang di rasakan klien. Serta riwayat penyakit mata lainya.
e)        Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung,rinitis alergi dan fungsi olfaktori.
f)        Mulut dan laring
Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan mengunyah, dan sakit pada tenggorok serta sesak atau perubahan suara.
g)        Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesran tiroid serta penggunaan otot-otot pernafasan.
h)       Thorak
(1)     Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.
(2)     Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
(3)     Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
(4)     Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
i)         Kardiovaskuler.
Jantung di kaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising nafas dan hyperinflasi suara jantung melemah. Tekanan darah dan nadi yang meningkat serta adanya pulsus paradoksus.



j)         Abdomen.
Perlu di kaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi karena dapat merangsang serangan asthma frekwensi pernafasan, serta adanya konstipasi karena dapat nutris.
k)       Ekstrimitas.
Di kaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada extremitas karena dapat merangsang serangan asthma.
8)       Pemeriksaan penunjang.
a)        Pemeriksaan spinometri.
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma.
b)       Tes provokasi brokial.
Dilakukan jika pemeriksaan spinometri internal. Penurunan FEV, sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90 % dari maksimum di anggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10 % atau lebih.
c)        Pemeriksan tes kulit.
Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.



d)       Laboratorium.
(1)     Analisa gas darah.
Hanya di lakukan pada serangan asthma berat karena terdapat hipoksemia, hyperkapnea, dan asidosis respiratorik.
(2)     Sputum.
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan Asthma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari adema mukasa, sehingga terlepaslah sekelompok sel – sel epitel dari perlekatannya. Peawarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik.
(3)     Sel eosinofil
Pada penderita status asthmatikus sel eosinofil dapat mencapai 1000 – 1500 /mm3 baik asthma Intrinsik ataupun extrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat.
(4)     Pemeriksaan darah rutin dan kimia 
Jumlah sel leukosit lebih dari 15.000 terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan karena kerusakkan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.


e)        Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan adanya proses patologik diparu atau komplikasi asthma seperti pneumothorak, pneumomediastinum, atelektosis dan lain – lain.
f)        Elektrokardiogram
Perubahan EKG didapat pada 50% penderita Status Asthmatikus, ini karena hipoksemia, perubahan pH, hipertensi pulmunal dan beban jantung kanan . Sinus takikardi – sering terjadi pada asthma (Arif Mansyoer. 1999).


I.         Pathways Keperawatan
 

                               








 












J.        Asuhan Keperawatan
Konsep Keperawatan (dongoes M, dkk, 2005)
1.        Pengkajian
a.        Aktifitas/istirahat
Gejala :
1)       Keletihan, kelelahan, malaise.
2)       Ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas setiap hari sulit bernapas.
3)       Ketidakmampuan untuk tidur, perlu dalam posisi fowler.
4)       Dispenea pada saat istirahat atau respon terhadap aktifitas atau latihan.
Tanda :
1)       Keletihan
2)       Gelisah, insomnia.
3)       Kelemahan umum/kelihan massa otot
b.        Sirkulasi
Gejala :
1)       Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda :
1)       Peningkatan TD.
2)       Peningkatan frekwensi jantung, distripana.
3)       Bunyi jantung redup berhubungan dengan peningkatan anterior posterior dada.
4)       Warna kulit / membran mukosa, normal atau abu-abu strepsionosis.
5)       Pucat dapat menunjukkan anemia.
c.        Intensitas ego
Gejala :
1)       Peningkatan faktor resiko.
2)       Perubahan pola hidup.
Tanda :
1)       Ansietas, ketakutan, peka ransang
d.        Makanan / cairan
Gejala :
1)       Mual / muntah.
2)       Nafsu makan buruk/anoreksida.
3)       Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
Tanda :
1)       Kulit baik.
2)       Berkeringat
3)       Penurunan massa otot / lemak subkutan
4)       Aktifitas abdominal dapat menyatakan hepatomegali.
e.        Hygiene
Gejala :
1)       Penurunan kemampuan melakukan aktifitas sehari-hari.
Tanda :
1)       Kebersihan baik.
f.         Pernapasan
Gejala :
1)       Napas pendek, rasa dada tertekan.
2)       Ketidakmampuan untuk bernapas.
3)       Bentuk menetap oleh produksi sputum setiap hari terutama pada saat bangun.
4)       Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini, meskipun dapat menjadi produktif.
5)       Riwayat pnemonia berulang.
6)       Faktor keluarga dan keturunan.


Tanda :
Pernapasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang/mendengkur napas bibir.
Bunyi napas mungkin redup dan ekspirasi menyebar, lebut atau krekels lembab kasar, ronhi, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dada kemungkinan selama inspirasi berlasung sampai penurunan atau ada bunyi.
Perkusi : Hipersonan pada area paru, bunyi pekak pada area paru, (seperti konsolidasi, cairan mukosa).
Warna : Pucat dan sianosis bibir dan dasar kuku abu-abu keseluruhan.
g.        Keamanan
Gejala :
1)       Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat atau faktor lingkungan.
2)       Adanya / berulangnya infeksi.
3)       Kemarahan / berkeringat.
h.        Seksualitas
Gejala :
1)       Penurunan Libido


i.         Interaksi sosial
Gejala :
1)       Hubungan ketergantungan
2)       Kurang sistem dukungan.
3)       Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang terdekat.
4)       Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik.
Tanda :
1)       Ketidakmampuan untuk membuat/mempertahankan suara karena distress pernapasan.
2)       Keterbatasan mobilitas fisik.
3)       Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
j.         Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala :
1)       Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan
2)       Kesulitan menghentikan rokok.
3)       Kegagalan untuk membaik
2.        Analisa data
Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan masalah klien. Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi pengelompokan data, mengidentifikasi kesenjangan dan menentukan pola dari data yang terkumpul serta membandingkan susunan atau kelompok data dengan standart nilai normal, menginterprestasikan data dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil dari analisa adalah pernyataan masalah keperawatan.
3.        Diagnosa Keperawatan
Berikut adalah diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan asma :
a.       Perubahan perfusi jaringan kapiler berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan kurang
b.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai O2, kerusakan alveoli
c.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Anoreksia
d.      Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
e.       Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan defisit protein.
f.       Pola nafas tidak efektif  berhubungan dengan penyempitan saluran nafas.
g.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan dispigmentasi kulit.
h.      Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

4.        Rencana / Intervensi keperawatan
a.        Perubahan perfusi jaringan kapiler berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan kurang.
Intervensi :
1)       Jelaskan tanda-tanda perfusi jaringan kapiler
Rasional :
Untuk memberikan pengetahuan kepada keluarga tentang tanda-tanda perfusi jaringan kapiler.
2)       Anjurkan klien mengurangi kelelahan.
Rasional :
Supaya tidak terjadi serangan berulang sesak nafas.
3)       Ajarkan teknik relaksasi.
Rasional :
Untuk mempermudahkan fungsi pernafasan.

b.        Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai O2, kerusakan alveoli
Intervensi : 
1)       Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat penggunakan otot aksesori, nafas bibir, ketidakmampuan berbicara / berbincang
Rasional :
Berguna dalam evaluasi distres pernapasan dan / kronisnya proses penyakit
2)       Dorong klien mengeluarkan sputum : pengisapan bila di indakasikan
Rasional :
Sekret adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil. Pengisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
3)       Palpasi premitus
Rasional :
Penurunan vibrasi diduga adanya pengumpulan cairan 
4)       Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional :
Takikardia, distrimia, perubahan tekanan darah dapat menunjukan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung .
5)       Berikan pebekan SSP (misalnya sedatif, atau narkotik) dengan hati-hati
Rasional :
Digunakan untuk mengontrol ansietas / gelisah yang meningkatkan konsumsi oksigen / kebutuhan




c.        Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Anoreksia
Intervensi :
1)       Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan, evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
Rasional :
Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat.
2)       Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat
Rasional :
Dapat menghasilkan distensi abdomen dan yang mengganggu nafas abdomen dan gerakan diafragma,dan dapat meningkatkan dispnea.
3)       Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin
Rasional :
Suhu eksterm dapat meningkatkan spasme batuk
4)       Auskultasi bunyi usus
Rasional :
Penurunan bising usus menunjukan penurunan motilitas gaster dan konstipasi yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, penurunan aktivitas, dan hipoksemia

d.        Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Intervensi :
1)       Auskultasi bunyi nafas catat, adanya bunyi nafas, misalnya mengi, krekles, ronchi
Rasional :
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi nafas dan dapat/tak dimanifestasikan adanya nafas advertisius
2)       Kaji / pantau frekuensi pernapasan, catat rasoinspirasi / ekspirasi.
Rasional :
Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres / adanya proses infeks akut
3)       Ajarkan klien batuk efektif
Rasional :
Untuk membantu klien mengeluarka sekret yang kental
4)       Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh : meninggikan kepala tempat tidur
Rasional :
Dapat memudahkan fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi.


5)       Kolaborasi pemberian obat, misanya : aminofilyn
Rasional :
Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan nafas, mengi dan mukosa

e.        Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan defisit protein.
Intervensi :
1)       Awasi suhu
Rasional : demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi
2)       Observasi warna, karakter, bau sputum
Rasional :
Sekret berbau, kuning atau kehijauan menunjukan adanya infeksi paru 
3)       Awasi pengunjung berikan masker sesuai indikasi
Rasional :
Menurunkan potensial terpajan pada penyakit infeksius 
4)       Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan adekuat
Rasional :
Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran


5)       Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat
Rasional :
Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi

f.         Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan saluran nafas.
Intervensi :
1)       Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas, mis: mengi, krekels, ronki.
Rasional :
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan opstruksi jalan napas dan dapat atau tak dimaniprestasikan adanya bunyi napas adventesus, mis : penyebaran atau krekels basah (bronchitis bunyi nafas teredup dengan ekpresi mengik (empesema), atau tak pedanya adanya bunyi napas (napas berat).
2)       Kaji atau pantau prekuesi fernapasan. Catat rasio inspirasi  atau ekspirasi.
Rasional:
Pernapasan dapat merambat dan perekuinsi ekspirasi memanjang di banding inspirasi.

3)       Pertahankan polusi lingkungan minuman, misal : debu asap dan bulu bantal yang berhubungn dengan kondisi individu.
Rasional :
Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.
4)       Dorong/ Bantu latihan napas abdomen/bibir.
Rasional :
Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dipnea dan menurunkan jebakan udara.

g.        Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan dispigmentasi kulit.
Intervensi :
1)       Jelaskan penyebab, tanda dan gejala kerusakan kulit.
Rasional :
Untuk mengetahui kelembapan kulit.
2)       Bantu klien memilih cara pencegahan integritas kulit.
Rasional :
Untuk mencegah terjadinya integritas kulit.
3)       Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat
Rasional :
Untuk memenuhi kebutuhan protein dan karbohidrat dalam tubuh.
4)       Cuci area kulit dengan sabun yang ringan.

Rasional :
Supaya tidak terjadinya infeksi.

h.        Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Intervensi : 
1)       Jelaskan / kuatkan penjelasan proses penyakit individu
Rasional :
Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan
2)       Instruksikan / kuatkan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif,dan latihan kondisi umum
Rasional :
Menguatkan otot pernapasan, membantu meminimalkan kolaps jalan nafas kecil.
3)       Diskusikan obat pernapasan, efek samping dan reaksi yang diinginkan.
Rasional :
Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu dan efek samping merugikan.
4)       Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan menghentikan rokok pada pasien dan orang terdekat
Rasional :
Menghentikan merokok dapat menghambat kemajuan PPOM
5)       Anjurkan pasien / orang terdekat dalam penggunaan oksigen aman dan merujuk ke perusahaan penghasil sesuai indikasi
Rasional :
Pasien dan orang terdekat dapat mengalami ansietas, depresi, dan reaksi lain sesuai dengan penerimaan dengan penyakit kronis yang mempunyai dampak pada pola hidup mereka.

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...